I.
PENDAHULUAN
Bangsa Arab pra-islam dikenal sebagai bangsa yang sudah memiliki kemajuan
ekonomi. Letak geografisnya yang strategis membuat islam yang diturunkan di
Arab (Mekah) mudah tersebar keberbagai wilayah. Sehingga bangsa arab banyak
menguasai daerah - daerah di Eropa terutama setelah masa Khulafaur Rosidin
yakni pada masa Daulah Umayah.
Pada umumnya Pasca Khulafaur Rosidin , pemerintahan Islam sering
kali dipandang tidak sesuai lagi dengan syariat Islam. Peristiwa pemberontakan (
Bughot ) wali Syam Muawiyah Kepada Khlifah Ali bin Abi Tholib yang
diperangi dalam perang Shiffin, kemudian berlanjut dengna kekisruhan negara
pada masa kekholifahan Ali yang diakhiri dengan terbunuhnya sang Kholifah oleh Kaum
Khowarij.
Mulai dari masa Abu Bakar sampai kepada Ali bin Abi Tholib dinamakan
periode Khilafah Rosyidah, . para Kholifahnya disebut Khulafaur
Rosidin ( Kholifah yang mendapat petunjuk ). Ciri masa ini mereka betul –
betul menurut pada teladan Nabi, mereka dipilih secara Musyawarah atau secara
Demokratis. Sedangkan pada Masa Daulah Umayah pemerintahan islam berbentuk
Kerajaan. Kekuasaan diturunkan secara turun temurun.
Pada makalah ini, kami akan membicarakan tentang peradaban Islam pada
masa Dawlah Amawiyah , sejarah berdirinya
dan pola administrasi politik pemerintahan yang diterapkan serta
perluasan wilayah yang dicapai pada masa Dawlah Amawiyah.
II.
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Berdirinya Dawlah Amawiyah
( Bani Umayah )
Sepeninggal Ali bin Abi Tholib , Gubernur Syam tampil
sebagai penguasa islam yang kuat . Masa kekuasaanya merupakan awal kedaulatan
Bani Umayah. Muawiyah bin Abi Sufyan adalah pembangun dinasti Umayah dan
sekaligus menjadi kholifah pertama. Ia memindahkan ibu kota kekuasaan Islam dari Kufah ke Damaskus.
Sebelum mengadakan pembrontakan , Muawiyah terlebih
dahulu menyusun kekuatan yang besar dengan jalan : Pertama,
mempersatukan keluarga Bani umayah. Kedua, Menghasut daerah-daerah selikar
Syam untuk ikut bergabung dengannya. Setelah itu dengan kekuatan yang
besar Muawiyah berangkat ke madinah ,
maka terjadilah perang Shiffin.[1]
Muawiyah tumbuh sebagai pemimin karier. Pengalaman
politik telah memperkaya dirinya dengan kebijaksanaan dalam memerintah, mulai
dari menjadi seorang pemimpin pasukan dibawah komando panglima besar Abu
Ubaidah ibn Jarah yang berhasil
merebut wilayah palestina, suriah dan mesir dari tangan imperium Romawi yang
telah menguasai ketiga daerah itu sejak tahun 63 SM, lalu ia pernah menjabat kepala
wilayah di Syam yang membawahi suriah dan Palestina yang berkedudukan di
Damaskus selama kira - kira 20 tahun semenjak diangkat Kholifah Umar bin
Khotob.
Keberhasilan Muawiyah mendirikan Dinasti Umayah bukan
hanya akibat dari Kemenangan diplomasi di siffin dan terbunuhnya Ali saja
melainkan beberaa hal yang mendukung antara lain ;
- Adanya dukungan yang kuat dari rakyat Suriah dan Keluarga Bani Umayah .
- Muawiyah sangat bijaksana dalam menempatkan para pembantunya pada jabatan – jabatan penting.
- Muawiyah memiliki kemampuan menonjol sebagai negarawan sejati, bahkan mencapai tingkat Hilm , sifat tertinggi yang dimiliki oleh para pembesar Mekah.[2]
Gambaran dari sifat mulia tersebut dalam diri Muawiyah
setidaknya tampak dalam keputusanyan yang berani memaklumkan jabatan kholifah
secra turun temurun. Dengan tujuan menegakkan wibawa pemerintahan serta menjamin
integritas kekuasaan di masa yang akan datang, maka Muawiyah dengan tegas
menyelenggarakan suksesi yang damai dengan pembaitan putranya , Yazid .
B.
Para
Kholifah Bani Umaiyah
Dinasti Umaiyah berkuasa hampir kurang satu abad, tepatnya
90 tahun , dengan 14 orang kholifah. Dimulai oleh Muawiyah bin Abi Sufyan dan
ditutup oleh Marwan bin Muhammad. Adapun urut-urutan Kholifah Bani Umaiyah
adalah sebagai berikut ;
Muawiyah I bin Abi sufyan
Yazid I bin Muawiyah
Muawiyah II bin yazid
Marwan I bin Hakam
Abdul Malik bin Marwan
Al walid I bin Abdul Malik
Sulaiman bin Abdul Malik
Umar bin Abdul Aziz
Yazid II bin Abdul malik
Hisyam bin Abdul Malik
Al walid II bin yazid II
Ibrohim bin Al Walid II
Marwan II bin Muhammad
Dari keempat belas kholifah tersebut yang terbesar
adalah Muawiyah bin Abi Sufyan ( 661- 680 M ), Abdul Malik bin Marwan ( 685 –
705 ) , Al Walid bin Abdul Malik ( 705-715 ) dan Umar bin Abdul Aziz ( 717 –
720 M )
Muawiyah adalah bapak pendiri Dinasti Umaiyah. Dialah
pembangun yang besar. Namanya disejajarkan dalam deretan Khulafaurrosidin.
Bahkan Kesalahannya yang menghianati prinsip pemilihan kepala Negara oleh
rakyat, dapat dilupakan orang karena jasa- jasanya yang mengagumkan.
Muawiyah mendapatkan kursi kekholifahan setelah Hasan
bin ali bin Abi Tholib berdamai dengannya ada tahun 41 H. Umat Islam
sebagaianya membaiat Hasan setelah ayahnya wafat . namun Hasan menyadari
kelemahanya sehingga ia berdamai dan menyerahkan kepemimpinan umat keada
Muawiyah bin Abi Sufyan sehingga tahun itu dinamakan Amul Jamaah ( tahun
persatuan.) Muawiyah menerima kekholifahan di Kufah dengan syarat-syarat yang
diajukan oleh Hasan bin Ali, yakni
- Agar Muawiyah tidak menaruh dendam terhadap seorang pun penduduk Irak.
- Menjamin keamanan dan memafkan kesalahan – kesalahan mereka.
- Agar pajak tanah negeri Ahwaj diperuntukan kepadanya dan diberikan tiap tahun.
- Agar Muawiyah membayar kepada saudaranya 2 juta dirham.
- Pemberian kepada Bani Hasyim harus lebih banyak dari pemberian kepada Bani Abdis Syam.[3]
C.
Pola Adminstrasi politik pemerintahan
dan Ekspansi Wilayah
Memasuki masa kekuasaan Muawiyah yang menjadi awal
kekuasaan Bani Umayah , pemerintahan yang bersifat Demokratis berubah menjadi Monarchiheridetis
kerajaan turun temurun. Kekuasaan Muawiyah diperoleh dari kekerasan , dilomasi
dan tipu daya , tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak. Suksesi kepempinan
secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk
menyatakan setia kepada anaknya Yazid. Muawiyah mencoba mencontoh Monarkhi di Persia dan Bizantium.
Dia tetap menggunakan istilah kholifah , namun demikian dia memberikan interpretasi
barun dari kata-kata itu untuk menggagungkan jabatan tersebut. Dia menyebut Kholifah
Allah, dalam pengertian penguasa yang diangkat oleh Allah.
Ekpansi yang terhenti pada masa Usman dan Ali
dilanjutkan kembali oleh dinasti ini. Dizaman Muawiyah Tunisia berhasil ditaklukan sampai
ke Khurosan. Ekpansi ke Timur dilakukan Oleh Abdul malik. Ia mengirim pasukanya
menyeberangi sungai Oxus dan berhasil menundukan Samarkand ,
Bukhora bahkan sampai ke India
dan dapat menguasai daerah Punjab sampai ke
Maltan.
Ekpansi Ke barat secara besar-besaran dilanjutkan pada
zaman Al Walid bin Abdul Malik. Pada masa pemerintahanya yang berjalan kurang
lebih sepuluh tahun ini tercatat suatu ekpedisi militer dari Afrika Utara
sampai Benua Eropa pada tahun 711 M. Setelah Al Jazair dan Maroko ditaklukan
Thoriq bin Ziyad menyeberangi selat dan mendarat disuatu tempat yang kenal
dengan Gibraltar ( Jabal Thoriq ), tentara Spanyol dapat dikalahkan dan
ibu kotanya Kordova dengan cepat dapat dikuasai.
Di zaman Umar bin Abdul Aziz , serangan dilakukan ke
Prancis melalui pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh oleh
Abdurohman bin Abdullah Al Ghofiqi. Dengan keberhasilan ekpansi kebeberapa
daerah, baik di Timur maupun di Barat, wilayah kekuasaan Islam pada masa Bani
Umayah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika
Utara, Syiria, Palestina, Al Jazair Irak, Afganistan Pakistan Uzbek dan Kirgis
di Asia Kecil.
Disamping Ekpansi kekuasaan Islam , Bani Umayah juga
banyak berjasa dalam pembangunan diberbagai bidang. Muawiyah mendirikan dinas
Pos dan tempat – tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap serta
perlengkapanya disepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan
bersenjata dsan mencetak mata uang. Pada masanya jabatan khusus seorang hakim (
Qodhi ) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri. Pada Masa Kholifah
Abdul malik mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai didaerah-daerah
yang dikuasai Islam. Untuk itu Ia mencetak Uang tersendiri pada tahun 659 M
dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Kholifah Abdul Malik juga berhasil
melakukan pembenahan – pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan
bahasa arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.[4]
Meskipun keberhasilan banyak dicapai dinasti ini,
namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat dikatakan stabil. Muawiyah
tidak menaati isi perjanian dengah Hasan bin Ali ketika dia naik tahta.
Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid sebagai putra mahkota telah menyalahi isi
perjanjian yang disebutkan bahwa persolan penggantian pemimpin diserahkan
kepada pemilihan umat islam. Dengan demikian sehingga muncul gerakan-gerakan
oposisi dikalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara .
D.
Runtuhnya Dinasti Bani Umaiyah
Ketika yazid naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di
Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid kemudian mengirim surat kepada Gubernur
madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya.,
dengan cara ini semua orang terpaksa tunduk kecuali Husein bin Ali dan Abdullah bin Zubair. Perlawanan
terhadap Bani Umayah dimulai oeh Husein . pada tahun 680 M ia pindah dari Mekah
ke Kufah atas permintaan golongan syiah yang ada di Irak. Umat islam disitu
tidak mengakui Yazid. Mereka mengangkat Husein menjadi Kholifah. Dalam pertempuran
yang tidak seimbang di Karbela tentara Husein kalah dan Husein sendiri mati
terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus sedangkan tubuhnya dikubur
di Karbela.
Hubungan pemerintahan dengan golongan oposisi membaik
pada masa Kholifah Umar bin Abdul Aziz ( 717- 720 M ). Ketika dinobatkan
menjadi Kholifah, dia menyatakan bahwa akan memperbaiki dan meningkatkan negeri
yang berada dalam kekuasaan islam dari pada menambah perluasanya. Dia juga
memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan
keyakinan dan kepercayaanya. Pajak diperingan. Sepeniggal Umar bin Abdul Aziz
kholifah berada dibawah Yazid bin Abdul
Malik, penguasa yang satu ini terlalu gandrung kepada kemewahan dan kurang
memperhatikan kepentingan masyarakat, sehingga kerusuhan semakin terjadi dan
merajalela hingga kholifah berikutnya yakni Hisyam bin Abdul Malik. Sebenarnya
Hisyam bin Abdul malik adalah seorang kholifah yang kuat dan terampil. Akan
tetapi , karena gerakan oposisi terlalu kuat kholifah tidak berdaya
mematahkanya.
Sepeniggal Hisyam, kholifah-kholifah Bani Umayah yang
tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin memperkuat
gerakan oposisi. Akhirnya pada tahun 750 M, Daulah Umayah dapat digulingkan
Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu Muslim Al Khurasani. Kholifah terakhir
Bani Umayah Marwan bin Muhammad melarikan diri ke Mesir dan ditangkap serta dibunuh.
- Sistem pergantian Kholifah melalui garis keturunan dalah sesuatu yang baru bagi tradisia Arab yang lebih menekankan segi Senioritas.
- Latar Belakang terbentuknya kedaulatan bani Umayah tidak dapat dilepaskan dari konflik-konflik politik
- Adanya pertentangan keras antara suku-suku Arab Utara ( Bani Qoys ) dan Suku Arab selatan ( Bani kalb ) pada masa Bani Umayah mencapai Puncaknya.
- Lemahnya Pemerintahan Daulah Bani Umayah yang disebabkan oleh sikap hidup mewah dilingkungan Istana.
- Munculnya Kekuatan baru yang dipelopori oleh Keturunan Bani Abbas yang secara langsung menyebabkan hancurnya Bani Umayah.[5]
III. KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa setelah Khulafaur Rosidin,
kekholifahan jatuh ketangan Bani Umayah dengan Kholifah Pertamanya bernama
Muawiyah bin Abi Sufyan yang dulunya sebagai Gubernur di Syam . Muawiyah
memindahkan ibukota Negara yang berada di Kufah ke Damascus , serta mengubah sitem pemerintahan
yang dari Demokratis Menjadi Monarchiheredites.
Dinasti Bani Umayah berkuasa kurang lebih selama 90 tahun dimulai dari
tahun 661 M – 750 M / 41 H – 132 H ) dengan empat belas Kholifah yang
memimpinya secara bergiliran. Dari Kholifah Pertama sampai terakhir yang
terkenal adalah Kholifah Muawiyah, bin Abi sufyan, Abdul malik Bin marwan serta
Umar bin Abdul Aziz. Selama Dinasti Umayah ini perluasan wilayah Islam sampai
ke Negara Spanyol, Maroko dan Aljazair bahkan sampai ke Punjab India .
Bani umayah juga banyak berjasa
dibidang pembangunan seperti mendirikan dinas Pos dan membuat bentuk mata uang
sendiri serta meresmikan bahasa arab sebagai bahasa resmi Negara. Pada Masa
Alwalid berhasil membangun jalan raya ,
pabrik-pabrik serta masjid-masjid yang Megah.
Bani Umayah mengalami kemunduran setelah terjadi banyak pembrontakan dan
kerusuhan yang terjadi sehingga menyebabkan Stabilitas Keamanan menurun
lebih-lebih ketika pembrontakan yang muncul dari keturunan bani Abbas yang
didukung oleh Abu Muslim Al Khuroasani
serta mendapat dukungan dari Kaum Syiah dan Bani Hasyim hingga Bani Umayah
Jatuh dan digantikan oleh Bani Abassiah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mutholib, Sejarah
Kebudayaan Islam, ( Jakarta , Dirjenbinbaga Islam, 1996 )
Ahmad Amin, Islam
dari Masa ke Masa, ( Bandung, CV. Rusyda, 1987 )
Atang Abdul
Hakim, Metode Studi Islam,( Bandung
,Rosdakarya, 1999 0
Ali Mufrodi, Is;lam di Kawasan Kebudayaan Arab, ( Ciputat, Logos Wacana Ilmu, 1997 )
Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam, ( Jakarta :
Grafindo Persada , 2006 )
[1] Abdul
Mutholib, Sejarah Kebudayaan Islam, ( Jakarta : Dirjenbinbaga Islam,
1996 ) , h.307
[2] Ali
Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, ( Ciputat: Logos wacana Ilmu,
1997 ), h. 70-71
[3] Ibid, h.
73
[4] Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta
: Grafindo Persada, 2006 ) , h. 44
[5] Ibid, h.
48-49