KONSEP PENDIDIKAN
IBNU KHULDUN
I.
Pendahuluan
Pendidikan Islam telah
berlangsung kurang lebih 14 abad, yakni sejak zaman nabi Muhammad SAW diutus.
Sejarah menunjukkan perkembangan kegiatan pendidikan pada masa klasik Islam
adalah sebagai jembatan pengembangan keilmuwan klasik dan keilmuwan modern,
akan tetapi generasi Islam selanjutnya tidak mewarisi semangat ilmiah yang
dimiliki para pendahulunya, akibatnya prestasi yang pernah diraih berpindah
tangan ke barat, karena mereka mau mempelajari dan meniru tradisi keilmuwan
yang dimiliki Islam masa klasik dan mampu mengembangkannya lebih lanjut, hal
ini sangat disayangkan dan ironis sekali di satu sisi orang Islam yang
menemukan inovasi baru tetapi di sisi lain orang barat yang notabene kafir yang
mengembangkannya.
Banyak para pemikir Islam
klasik yang telah berjasa dalam memberikan sumbangsihnya tentang konsep-konsep
dalam segala bidang disiplin ilmu terutama mengenai kependidikan yang salah
satunya ialah IBNU KHALDUN yang merupakan tokoh besar di dunia Islam yang telah
berhasil memaparkan buah pikirannya dalam kitab Mukaddimah sebagai karya
monumental yang mengangkat nama dan martabatnya di dunia sehingga para pemikir
barat memberikan pengakuan terhadap kebesaran Ibnu Khuldun diantaranya adalah
Charles Issawy.[1]
Melalui pemikirannya yang
inovatif, Ibnu Khuldun mencoba memunculkan konsep baru mengenai kependidikan
yang mampu menggugah wacana berpikir dan menuju ke arah paradigma baru.
Bagaimana konsep pendidikan, metodologi dan
teori Ibnu Khuldun, akan kami bahas dalam makalah ini lebih lanjut.
|
II.
Biografi Ibnu Khuldun
Nama asli Ibnu Khuldun ialah
Wali ad din Abu Zaid Abdurrahman bin Muhammad Ibnu Khuldun al Hadrami al
Idhbili, disingkat Ibnu Khuldun. Lahir di Tunisia pada 27 Mei 1332 M / 1
Romadhon 732 H dan wafatnya di Kairo 25 Romadlon / 19 Maret 1406 M. N J Dawood
menyebutkan sebagai negarawan, ahli hukum, sejarawan dan sarjana.
Nenek moyangnya berasal dari
Hadramaut yang kemudian bermigrasi ke Seville
(Spanyol) pada abad 8 setelah semenanjung itu dikuasai Arab Muslim. Keluarga
yang dikenal pro Umayyah ini selama berabad-abad menduduki posisi tinggi dalam
politik di Spanyol sampai akhirnya hijrah ke Maroko beberapa tahun sebelum Seville jatuh ke tangan
penguasa Kristen. Pada 1248 setelah itu mereka menetap di Tunisia di kota
ini mereka dihormati pihak istana, diberi tanah milik dinasti Hafsiah. Sewaktu
kecil Ibnu Khuldun sudah menghafal al-Qur’an dan Tajwid gurunya yang pertama
adalah ayahnya sendiri, waktu itu Tunisia
menjadi pusat Hijrah, Andalusia yang mengalami
kekacauan akibat perebutan kekuasaan. Kehadiran mereka bersamaan dengan naiknya Abul Hasan
pemimpin Bani Marin (1347). Ibnu Khuldun mendapatkan kesempatan belajar dari
para ulama itu selain dari ayahnya yaitu dari ulama yang hijrah dari Andalusia.
Ayah Ibnu Khuldun bernama Muhammad, beliau menguasai ilmu mendalam mengenai
al-Qur’an dan ilmu fiqih, gramatika dan sastra.
Pada usia 17 tahun Ibnu Khuldun telah menguasai disiplin ilmu Islam klasik
termasuk Ulum Aqliyah (ilmu kefilsafatan, tasawuf, metafisika) ia mengikuti
madzhab Maliki disamping itu semua ia juga tertarik pada ilmu politik, sejarah,
ekonomi, geografi dan lain-lain.[2]
|
Dalam usia 21 tahun, Ibnu Khuldun telah diangkat menjadi sekretaris sultan
dinasti Hafs al Fadl yang berkedudukan di Tunisia tahun 751 H atau 1350 M,
tetapi kemudian ia berhenti karena penguasa yang didukungnya kalah dalamsuatu
pertempuran. Pada tahun 753 H dia ke Baskarah (al Jazair) dari sana ia berusaha
bertemu dengan Abu Anan penguasa bani Marin yang sedang berada di Tilmisan.
Pada tahun 775 H, ia diangkat menjadi anggota Majelis ilmu pengetahuan dan
setahun kemudian ia diangkat menjadi sekretaris sultan sampai tahun 763 H (1361
– 1362 M) ketika Wazir Umar bin Abdillah murka kepada dan memerintahkannya
untuk meninggalkan negeri itu.
Pada tahun 764 H ia berangkat ke Granada oleh Sultan bani Ahmar, ia diberi
tugas menjadi duta negaa di Castillah dan berhasil tetapi kemudian hubungannya
dengan Sultan mengalami keretakan. Tahun 766 H ia pergi ke Bijayah atas
undangan penguasa bani Hafs, Abu Abdillah Muhammad yang mengangkatnya menjadi
perdana menteri.
Tetapi kemudian ia pergi ke Baskarah ia berkirim surat kepada Abu Hammu,
Sultan tilmisan dari Bani Abdil Wad kepada sultan ia memberikan dukungan,
Sultan memberikan jabatan penting tetapi ia menolak karena ia ingin melanjutkan
studinya secara autodidak, tatkala Abu Hammu diusir oleh Sultan Abdul Aziz
(Bani Marin) Ibnu Khuldun berakhir pihak kepadanya akhirnya Tilmisan direbut
kembali oleh Abu Hammu, meskipun pernah bersalah kepada penguasa Tilmisan itu
ia berjanji pada diri sendiri untuk tiak terjun lagi dalam dunia politik. Ia
akhirnya menyepi di qol’at Ibnu Salamah dan menetap disana sampai 780 H / 1378
M. Disinilah ia mengarang ktiab monumentalnya ”Al-I’barwa diwan al Mubtada’ wa
al khabar fi Ayyam al-’Arab wa al Ajam wa al Barbar.
Pada tahun 780 H (1378) Ibnu Khuldun kembali ke tanah airnya Tunisia, untuk
menelaah beberapa kitab yang diperlukan sebagai bahan revisi kitab al ’Ibar,
pada tahun 784 H / 1382 M ia berangkat ke Iskandaria Mesir dengan maksud
menghindari kekacauan politik di Magrib setelah sebulan ia ke Kairo, para ulama
dan penduduk Kairo menyambut degan gembira. Di al Azhar, ia membentuk halaqoh
dan memberi kuliah. Tahun 786 H raja menujuknya menjadi dosen dalam ilmu fiqih,
beberapa tahun kemudian ia diangkat menjadi ketua pengadilan kerajaan selang
beberapa lama keluarganya mendapat musibah, kapal yang membawa isteri,
anak-anak dan harta bendanya tenggelam tatkala merapat ke iskandaria, pada
tahun 801 H (1399) ia kembali diangkat sebagai ketua pengadilan dan pergi ke
Baitul Maqdis tiga bulan setelah itu dia mengundurkan diri, pada tahun 803 H
(1401 M) ia ikut menemani Sultan ke Damaskus dalam satu pasukan untuk menahan
serangan Timur Lenk penguasa Mogul. Setelah kembali ke Kairo ia kembali
diangkat menjadi ketua pengadilan kerajaan hingga akhir hayatnya.[3]
|
III.
Setting Sosial
Telah kita ketahui bahwa Ibnu Khuldun berasal dari keluarga terpelajar,
neneknya pernah menjabat menteri keuangan Tunisia, sementara ayahnya sendiri
seorang Administrator dan perwira militer dan moyangnya itu juga pemimpin
politik di Seville dan pada waktu itu keilmuan dijadikan sebagai persyaratan
untuk menjadi pemimpin. Pada waktu itu yang menjadi pemimpi Seville berada di
tangan keluarga Khuldun dan keluarga bangsawan lainnya serta pengaruh kekuasaan
lainnya berada di tangan Khuldun.
Dari sejarah dan pengalaman hidupnya serta berbagai rintangan yang
dihadapinya, maka dari berbagai pengalaman itulah timbul konsep-konsep baru
baik mengenai sosiolog sejarah dan pendidikan, jika dilihat dari berbagai
pengalaman dalam berbagai pemerintahan yang berbeda dan selalu berganti-ganti
maka ia adalah seorang diplomat ulung yang dapat bekerja sama dengan berbagai
penguasa yang sedang berkuasa saat itu sehingga ia mampu menarik hati penguasa.
|
IV.
Metodologi
Dari pengalaman Ibnu Khuldun dalam perjalanan hidupnya yang mengalami silih
bergantinya kekuasaan, akhirnya dia mengadakan pendekatan kepada penguasa dan
pejabat, dengan pendidikan untuk/sebagai suatu proses untuk mewujudkan suatu
masyarakat yang berkebudayaan serta masyarakat seutuhnya.
Dari sini kita lihat metode Ibnu Khuldun untuk merumuskan konsep pendidikan
melalui pengalaman dan keahliannya sebagai ahli silsafat sejarah yaitu beliau
menggunakan pendekatan filsafat sejarah atau ”HISTORICAL PHILOSOPHY APPROACH”
dengan menghubungkan antara konsep dan realita, karena kedua pendekatan
tersebut akan mempengaruhi sistem bergilir dan pemikirannya dalam pembahasan
setiap permasalahan karena kedua pendekatan tersebut mampu merumuskan beberapa
pendapat dan interpretasi dari suatu kenyataan dan pengalama yang telah
dilalui, yang dimaksud dengan pendekatan filsafat sejarah atau historikal
filosofi approach adalah suatu pendekatan sejarah yang mencoba menggali
berbagai konsepsi para filosof tersebut telah ditemukan jawabannya oleh para
filosof sepanjang jaman, sejarah dari hasil kajian tersebut akan menimbulkan
fenomena baru atau konsep baru dari berbagai sudut tinjauan atau aliran
pemikiran.[6]
V.
Teori
|
1. Pemahaman
intelektual manusia terhadap sesuatu yang ada di luar alam semesta dalam
tatanan alam atau tatanan yang berubah-ubah, dengan maksud supaya dia dapat
melaksanakan seleksi dengan kemampuan dia sendiri. Bentuk pemikiran ini
kebnayakan berupa persepsi. Inilah akal benda (Al Aqlu al Tamyiszi) yang
membantu manusia memerpoleh penghidupannya dan menolak segala sesuatu yang sia-sia bagi dirinya.
2. Berpikir
yang memperlengkapi manusia dengan ide-ide dan perilaku yang dibutuhkan dalam
pergaulan dengan orang bawaan dan megnatur mereka (Anak buah). Pemikrian ini
kebnayakan persepsi (tashdiqot) yang dicapai satu demis atu melalui pengalaman
hingga benar-benar diarasakan manfaatnya. Inilah yang dinamakan akal
eksperimental (al aql al tajribi)
3. Pemikiran
yang melengkapi manusia dengan ilmu dan
pengetahuan hipotesis (dzat) mengenai sesuatu yang berada di belakang persepsi
indra tanpa tindakan praktis yang menyertainya, inilah akal spekulatif (al Aql
al Nadzri)
Jika tingkatan berpikir itu menyatu dalam diri manusia, maka akan mencapai
kesempurnaan sebagai realitasnya, sebagai manusia intelektual murni serta
memliki jiwa-jiwa perseptif yang disebutnya sebagai realitas manusia (haqiqoh
al insaniah)
Untuk memperoleh pengetahuan, menurut Ibnu Khuldun haruslah mempunyai
seorang guru, untuk pengawasan dengan melalui pengulangan dan pemahaman praktik
sehingga melekat di dalamnya otak pikiran harus berorientasi kepada adanya
penyatuan teori dan praktek.[7]
|
VI.
Ide-ide pokok
Ibnu Khuldun Tentang Pendidikan
Selain ahli dalam bidang filsafat dan sosiologi, Ibnu Khuldun juga ahli
dalam soal kependidikan. Hal ini karena dia tidak mengkhususkan dirinya dalam satu disiplin ilmu
saja.
Konsep pemikiran atau ide pokok Ibnu Khuldun mengenai dasar-dasar
pendidikan dan pengajarannya dikemukakan oleh Mustofa Amin dalam buknya ”Tarik
At-Tarbiyah”, sebagai berikut :
1. Dalam
pengajaran agar disampaikan secara global pada tingkat permulaan kemudian
secara terperinci, dalam hal ini dilakukan dengan tiga kali pengulangan.
2. Pemakaian
alat-alat peraga dalam pengajaran pada masa permulaan.
3. Jangan
mengulur-ulur waktu ketika murid sedang belajar vak/materi tertentu, dengan
jalan memutuskan proses belajar dengan istirahat.
4. Jangan
mengajarkan definisi-definisi atau kaidah-kaidah umum pada pertama kali.
5. Jangan
membiarkan murid belajar dua macam ilmu dalam satu waktu.
6. Pengajaran
al-Qur’an dilakukan sejak dini.
7. Agar
tidak memperluas pembahasan dalam pelajaran-pelajaran ilmu alat.
8. Guru
jangan meringkaskan ilmu-ilmu dengan seringkas-ringkasnya, dalam kitab kecil
yang dinamai matan, perkataannya ringkas dan sempit tetapi isinya luas dan
dalam, sehingga sulit bagi siswa untuk memahaminya.
9. Hendaknya
guru jangan menugaskan murid-muridnya mempelajari bermacam-macam aliran dan
guru hendaknya jangan membebani murid-muridnya
untuk meneliti buku-buku serta ilmu apa yang ditulis dalam buku-buku.
10. Bepergian
ke negeri-ngeri lain untuk menambah ilmu menambah pengalaman dan pengetahuan karena kita
memerlukan wawasan yang mungkin tidak dapat diperoleh dalam kampung sendiri.
11. Cinta
kasih kepada anak-anak, membina mereka dengan penuh keakraban , lemah lembut
dan jangan keras dan kasar.
12. Mendidik
anak remaja berdasarkan pemberian contoh suri tauladan yang baik.
VII.
Analisis
Ilmu adalah sesuatu yang sangat penting dalam hidup ini karena melalui
tingkatan ilmulah akan terlihat seseorang itu berada pada tingkatan yang mana
baik dihadapan Allah maupun dihadapan manusia. Ilmu dianugerahkan oleh Allah
sebagai modal dasar bagi manusia untuk mengolah sumber daya alam agar menusia
lebih mengembangkan potensi dalam mengenal dan mengabdikan dirinya di hadapan
Allah SWT. Maka Ibnu Khuldun, adalah salah seorang yang mengembangkan ilmu
pengetahuan. Ada beberapa hal yang menyebabkan Ibnu Khuldun memiliki
kecemerlangan pemikiran-pemikiran sebagai seorang ahli sejarah dan penemu ilmu
pengetahuan antara lain sebagai berikut, yaitu :
1. Ia
mendapat kecerdasan fitrah yang luar biasa.
2. Mempunyai
kemampuan dalam mengadakan pengamatan dan pengaitan atara sebab dan musabab.
3. Mempunyai
pengalaman yang luas dalam kehidupan politiknya yang penuh kegoncangan dan
revolusi.
4. Sering
mengembara antara barat dan timur, antara eropa, asia dan afrika utara.
5. Memiliki
ilmu pengetahuan yang luas yang disatu sisi diperolehnya dari membaca serta
mempelajari kitab-kitab, disisi lain dari pengamatannya yang cermat selama
mengembara dan bergaul dengan bermacam-macam bangsa dan warga negara.
Dari beberapa uraian tersebut diatas, maka pemikiran Ibnu Khuldu mengenai
ilmu pengetahuan berorientasi pada :
1. Tidak
adanya pemisahan antara ilmu teoritis dan ilmu praktis.
2. Orientasi
kepada pengadaan ilm agama yang disembangkan ilmu aqliyah.
3. Orientasi
pada anggapan bahwa tugas mengajar adalah alat terpuji untuk memperoleh rizki.
4. Orientasi
menjadikan pengajaran bersifat umum mencakup aspek-aspek berbagai ilmu
pengetahuan, serta jauh dari spesialisasi sempit sambil memperdalam ilmu alam
seperti ilmu bahasa dan Mantiq.
Dilihat dari tujuan dan orientasi pendidikan, Ibnu Khuldun dan al Ghozali terdapat perbedaan yang
menonjol, pendapat dan rumusan pendidikan Ibnu Khuldun adalah merupakan
reformasi terhadap pendapat Imam Ghozali yang mencolok adalah dari segi tujuan
pendidikan dan mengenai gaji guru pendiikan agama.
Menurut al Ghozali, menuntut ilmu pengetahuan itu bukanlah untuk memperoleh
tetapi tujuan paling tinggi adalah untuk memperoleh ridlo Allah dan untuk
menikmati kehidupan yang abadi di akherat kelak. Ilmu pengetahuan haruslah
dilengkapi dengan amal. Dia mengakan seorang manusia pastilah akan binasa
kecuali orang yang berilmu dan orang yang berilmupun akan binasa kecuali orang
yang beramal dan orang yang beramalpun akan binasa kecuali orang yang ikhlas.[8]
Sedangkan menurut Ibnu Khuldun tujuan pendidikan itu sebagai berikut :
1. Memberikan
kesempatan kepada pikiran untuk aktif dan bekrja.
2.
Memperoleh
berbagai ilmu pengetahuan sebagai alat untuk membantunya hidup dengan baik did
alam masyarakat yang maju dan berbudaya.
|
3. Memperoleh
lapangan pekerjaan, yang digunakan untuk memperoleh rizki.
Pandangan
pemikiran Ibnu Khuldun banyak diikuti oleh pemikir timur dan barat dan menjadi
seolah satu tinggak kemajuan pendidikan dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Jamil , Seratus Muslim
Terkemuka, (Jakarta : Pustaka firdaus, 1987)
Dewan Redaksi Ensiklopedia
Islam, Ensiklopedia Islam 2, (Jakarta
: PT. Ichtiar Baru Van Hovw, 1994)
Abdul, Kholik, Pemikiran Pendidikan
Islam Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
1999)
Ma’arif, Ahmad, Ibnu Khuldun dalam
Pandangan Pemikir Timur dan Barat, (Jakarta : Gama Insani Pers, 1996)
Abdul, Kholik, Pemikiran Pendidikan
Islam ........, (Jakarta : Pustaka Pelajar, 1999)
Busyairi Madjid, Konsep Kependidikan
Para Filosof Muslim, (Jakarta : al Amin Pers, 1997)
Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan
Islam, (Jakarta : Pt. Logos Wacana Ilmu, 1997)
TUGAS AKHIR
SEJARAH BIOGRAFI MUHAMMAD NATSIR
Mata Kuliah : Penelitian Sejarah
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Hj. Ismawati,
M.Ag
Disusun Oleh :
SIROJUL HUDA
NIM. 085112072
PROGRAM
PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2009
[1] Kholiq Abdul, Pemikiran Pendiikan Islam …, (Jakarta :
Pustaka Pelajar, 1999), hal. 1
[2] Muhsin Mahdi, Ibnu
Khuldun’s Philosopi of History, (Chicago the University of Chicago Pers,
1971). Hal. 27
[3] Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, (Jakarta :
Pustaka firdaus, 1987), hlm. 159
[4] Abdul Kholik dkk, Pemikiran Pendidikan Islam, (Yoyakarta
: Pustaka Pelajar, 1999) hlm. 11
[5] Ahmad Ma’arif, Ibnu Khuldun dalam Pandangan Pemikir Timur
dan Barat, (Jakarta : Gama Insani Pers, 1996), hlm. 13
[6] Abdul Kholik, Op. Cit., hlm. 16
[7] Abdul Kholik, Ibid, hlm. 20
[8] Abdul Kholik, dkk, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh
Klasik dan Kontemporer, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1999) hlm. 21
Tidak ada komentar:
Posting Komentar