A.Riwayat Hidup Muhammad Natsir
Muhammad
Natsir dilahirkan pada tanggal 17 Juli 1908 di Alahan Pajang, sebuah desa yang
berhawa dingin terletak dalam daerah kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat,
dengan gelar Datuk Sinaro, anak ketiga dari empat bersaudara. Natsir adalah
orang yang penuh sopan santun, rendah hati dan bersuara lembut meskipun
terhadap lawan-lawan politiknya.. Ayahnya bernama Idris Sutan Saripodo seorang
juri tulis kontrolir dimasa pemerintahan Belanda. Ibunya bernama Khodijah yang
dikenal taat memegang nilai-nilai ajaran Islam.[1]
Sebagai
seorang pegawai bawahan, ayahnya sering berpindah tugas dari satu daerah lain.
Semula ditugaskan di daearah asalnya Alahan Panjang, kemudian dipercaya menjadi
asisten demang di Bonjol, berikutnya menjadi juru tulis kontrolir di Maninjau,
lalu dimutasikan sebagai sipir di Bekuru Sulawesi Selatan menjelang pensiun
dikembalikan lagi ke tempat tugas semula di Alahan Panjang.
Kondisi
kehidupan orangtua yang sering berpindah tugas, ikut pula mempengaruhi latar
belakang pendidikan Muhammad Natsir. Pada awalnya ia belajar pada sekolah
rakyat di Maninjau yang memakai bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar. Ketika
ayahnya dipindahkan ke Bekeru, ia tinggal bersama pamanya di Padang dan
mengikuti pendidikan formal di HIS
(Hollandsch Inlandschs School) Adabiah, suatu sekolah swasta yang
dikelola Haji Abdullah Ahmad dengan system pendidikan mengacu pada sekolah
Belanda yang dilengkapi dengan pelajaran agama Islam. Lima bulan berselang ,
ketika di daerah Solok dibuka HIS Negeri, Natsir dipindahkan oleh orang tuanya
ke HIS yang baru tersebut dan dititipkan pada Haji Musa seorang saudagar yang
cukup terkenal di daerah Solok.
Di
tempat ini Natsir tidak hanya belajar di lembaga pendidikan formal , tapi pada
sore hari ia mendalamai pengetahuan agama di Madrasah Diniyah dan pada malam
harinya belajar mengaji al Qur’an di Surau sekaligus mempelajari bahasa Arab,
Surau itu bernama Surau Dagang (Surau Pasa Al-Wustha, sekarang sudah menjadi
masjid), yang didirikan para pedagang di sekitar Alahan Panjang.Tiga tahun
lamanya Natsir belajar di Solok tersebut dan seterusnya pindah ke HIS padang
dinilai lebih bermutu jika dibandingkan dengan HIS Solok.
Ketika
menamatkan pendidikan di HIS Padang Natsir berhasil meraih prestasi yang
istimewa sehingga ia diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi, yakni MULO (Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs) dengan mendapatkan beasiswa dari pemerintahan
Belanda. Di sekolah tersebut Natsir belajar bersama dalam satu kelas dengan
murid-murid keturunan Belanda.[2]
Dengan
berdirinya berbagai organisasi kepemudaan, seperti Jong Sumatera dan Jong
Islamieten Bond wadah ini dimanfaatkan Natsir sebagai tempat berhimpun dan berlatih mempersiapkan diri sebagai calon
pemimpin bangsa di masa depan. Melalui aktivitas berorganisasi inilah mulai
tumbuh kesadaran dalam diri Natsir tentang pentingnya hidup bermasyarakat dan
bernegara.
Berangkat
dari ketekunanya dalam belajar , akhirnya berhasil merampungkan pendidikanya di
MULO Padang dengan prestasi memuaskan sehingga ia kembali mendapatkan beasiswa
dari Pemerintah Belanda untuk melanjutkan pendidikan di AMS (Algemeene Midel
School) di bandung, yakini pendidikan setara SMA untuk jurusan Sastra Barat
Klasik.
Sebagai
seorang yang pernah hidup dalam suasana tradisi religius dan memahami
pengetahuan agama yang memadai, ia menilai bahwa pola pendidikan yang
diterapkan penjajah Belanda tidak sesuai dengan harapannya sebagai pribadi
Muslim, karena tidak hanya akan mendangkalkan kesadaran keberagamaan siswa ,
lebih dari itu akan membuat antipati terhadap ajaran agama yang dianutnya.
Apalagi setiap minggu merekan diwajibkan mendengarkan ceramah agama yang
disampaikan oleh pendeta di Gereja, sudah barang tentu hal ini merupakan strategi pemurtadan bagi
siswa yang beragama Islam. Pada suatu ketika pendeta Chirtoffels pernah
menyampaiakan ceramahnya tentang Islam dan dipublikasikan dalam surat kabar AID
(Algemeen Indischs Dagblad) sebuah harian yang berbahsa Belanda, terkesan
isinya sarat dengan penyimpangan fakta dan melecehkan sakralitas ajaran Islam.[3]
Berbekal
pengetahuan yang diperoleh ketika masih belajar di kampong halaman, dilengkapi
dengan bimbingan seorang ulama radikal yang dikenal sangat luas pengetahuanya
bernama Al Hassan. Natsir mencoba memberikan reaksi terhadap ceramah pendeta
itu melalui media yang sama.
Bimbingan
yang diberikan Al Hassan dalam masalah agama , telah membekas begitu mendalam
pada diri natsir. Juga ikut pula mempengaruhi keputusan yang diambilnya setelah
menamatkan pendidikan di AMS Bandung. Tokoh lain yang tidak kalah pentingnya
dalam pembentukan intelektual Natsir
adalah Haji Agus Salim, perkenalanya terjalin melalui aktvitas natsir sebagai
pengurus organisasi JIB (Jong Islamieten Bond). Wadah ini telah banyak memberi
kesempatan pada Natsir untuk berkunjung dan mandapatkan bimbingan langsung dari
tokoh-tokoh intelektual muslim yang berpengaruh ketika itu seperti haji Agus
Salim. HOS Cokroaminoto dan A.M Sangadji. Khusus Haji Agus Salim , sebagaimna
dikatakan Ahmad Syafii maarif bahwa tokoh yang disebut terakhir telah mewariskna segala-galanya pada Natsir, meliputi kejujuran,
intelektualisme Islam , sikap percaya diri, kecakapan mengurus Negara, kesetian
pada prinsip – prinsip perjuangan, rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap
nasib bangsa dan negara.
Natsir
sendiri dalam tulisanya pernah mengungkapkan ketika berkunjung pada Haiji Agus
Salim, suasana pendidikan yang diberikan muncul sedemikian rupa , yakni ikhlas
, terbuka dan penuh kerelaaan . Pengetahuanya yang luas , baik dalam bidang
agama maupun bidang kemasyarakatan menjadikn setipa orang betah untuk bertanya
dan berdialog dengannya.
Di
samping seperti kedua orang seperti diatas , tokoh lain yang memiliki andil
dalam mengisi pemahaman keagamaan Natsir dalah Syeikh Ahmad Soorkoti, seorang
ulama reformis yang berwawasan luas dari
kalangan organisasi al –Irsyad. Berbeda dengan Al Hassan yang pemahaman
agamanya lebih bersifat tekstual normative, maka Ahmad Aoorkoti telah bercorak
konstektual dan berorientasi ke masa depan. Ia memposisikan diri sebagai
pengikut Muhammad Abduh. Melalui ulama inilah ,Natsir lebih banyak mengenal
pemikiran pembaharuan yang dikembangkan Muhammmad Abduh di Mesir, terutama melalui berbagai karya
tulisanya.
Setelah
menamatkan pendidikanya di AMS Bandung (1930), Natsir diberi kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi atas biaya pemerintah. Ada dua
lembaga pendidikan tinggi yang dapat menerimanya ketika itu yakni, Recht
Hogeschool (Fakultas Hukum) di Jakarta atau ke Fakultas Ekonomi di negeri
Belanda. Kesempatan emas tersebut ditolaknya dan ia memutuskan untuk tidak melanjutkan
pendidikan ke perguruan tinggi manapun karena ingin memperdalam pengetahuanya
tentang Islam sekaligus ingin segera berbakti untuk kepentingan masyarakat dan
bangsanya. Dengan demikian pendidikan formal yang dilaluinya berakhir sampai
sebatas manamatkan AMS di Bandung
Keterlibatan Natsir dalam bidang pendidikan telah
dimulainya sejak ia menamatkan sekolah AMS di bandung tahun 1930. Aktivitasnya dalam bidang pendidikan dimulainya
dengan mengadakan kursus sore hari. Ternyata kursus sore hari berkembang dan
berubah menjadi suatu lembaga pendidikan
yang bernama “ Pendidikan Islam “ disingkat “Pendis” pada tahun 1932. Selama sepuluh tahun , yaitu dari tahun
1932-1942 “ Pendis “ berkembang dari mulai taman kanakkanak, HIS, MULO dan
Kweekschool (sekolah guru). Setelah Jepang masuk ke Indonesia, Pendis telah
berkembang keberbagai kota di Jawa Barat. Beberapa bulan sebelum Indonesia
Merdeka tepatnya pada April 1945, ia terlibat dalam pendirian sekolah tinggi
Islam bersama Bung Hatta , A. Kahar Muzakkir, . Setelah dikembangkan ke
Yogyakarta, intitusi ini berkembang menjadi UII yang sekarang. UII selain
tertua juga yang terbesar dari seluruh universitas Swasta dan bercorak Islam di
tanah air sekarang ini.
Dari sekian
banyak kegiatan yang dilakukan oleh Natsir , diduga kegiatan dalam bidang
pendidikan merupakan puncak dari cita-cita yang didambakanya. Tampaknya
Intitusi Pendidikan tersebut Natsir benar-benar dapat menerapkan cita-citanya
mengenai pembaharuan Islam, yang neburut pemahamanya, cocok untuk kebutuhan
mesyarakat. Agaknya tidak mengherankan, kalau sampai akhir hayatnya kegiatan
pendidikan selalu ditekuninya.
Dalam dunia
politik Beliau adalah Pendiri dan pemimpin partai MASYUMI (Majlis Syuro
Muslimin Indonesia). Natsir telah mengembalikan Indonesia dari Republik
Indonesia Serikat (RIS) ke Republik Indonesia. Natsir jua yang menyatukan
kembali NKRI dengan cara damai tanpa ada tetesan darah.. Dalam dunia
internasional, Natsir adalah Anggota Dewan Pendiri Rabithah Alam Islami (World
Moslem League), juga pernah menjadi sekjennya. Dalam pemerintahan beliau pernah
menjadi pedana menteri dan beberapa kali menjadi menteri. Beliau dikenal juga
dengan the founding fathers. Natsir tidak hanya dikenal di Indonesia, tapi juga di dunia Islam. Abdullah
Al-’Aqil dalam bukunya, Min A’lami Al-Harakah wa Ad-Da’wah Al-Islamiyah
Al-Mu’ashirah, menulis biografi singkat DR. Muhammad Natsir (satu-satunya dari
Indonesia) Natsir memang mengonsentrasikan kegiatannya untuk umat Islam dan
kemudian memimpin Dunia islam. Dapat dikatakan, Natsir adalah anak bangsa
Indonesia yang pernah menjadi tokoh Dunia Islam yang begitu dihormati sepanjang
sejarah Indonesia bahkan sampai sekarang.[4]
Tahun 1967
beliau tidak terjun lagi ke dunia politik dan focus pada dakwah, beliau
mendirikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia yang aktif dalam gerakan amal tidah
hanya di Jakarta tapi juga di daerah, beliau membantu dalam pendirian rumah
sakit Islam dan pembangunan mesjid, dan mengirim mahasiswa tugas belajar
mendalami Islam di Timur Tengah.Tahun 1980 beliau ikut terlibat dalam kelompok
petisi 50 yang mengeritik Suharto Ia dicekal dalam semua kegiatan, termasuk
bepergian ke luar negeri. Sejak itu Natsir hanya focus dalam kegiatan dakwah.
(Dewan Dakwah Salemba Jakarta) yang juga berfungsi sebagai masjid dan pusat
kegiatan diskusi, serta terus menerus menerima tamu mengenai kegiatan
Islam.Atas segala jasa dan kegiatannya pada tahun 1957 Natsir memperoleh
bintang kehormatan dari Republik Tunisia untuk perjuangannya membantu
kemerdekaaan Negara-negara Islam di Afrika Utara. Tahun 1967 dia mendapat gelar
Doktor HC dari Universitas Islam Libanon dalam bidang politik Islam, menerima
Faisal Award dari kerajaan Saudi Arabia pada tahun 1980 untuk pengabdiannya
pada Islam dan mendapatkan gelar Dr HC dari Universitas Sains dan Teknologi
Malaysia pada tahun 1991 dalam bidang pemikiran Islam. Beliau mendapat gelar
pahlawan nasional pada tgl 10 November 2008, walaupun ada pro dan kontranya.
tapi jauh sebelum itu beliau sudah menjadi pahlawan bagi masyarakat Indonesia Pada
tanggal 7 Februari 1993 Natsir meninggal dunia di Jakarta dan dikuburkan di TPU
Karet, Tanah Abang
.Tidak
sedikit tokoh umat yang terinspirasi (atau merasa terinspirasi) oleh Natsir.
Tokoh-tokoh yang pernah melejit sebagai 'intelektual muda Islam', hampir selalu
pernah dianggap sebagai Natsir muda. Yusril Ihza Mahendra, misalnya. Juga Amien
Rais. Anwar Ibrahim dari Malaysia pun tak luput dari masa dianggap sebagai Natsir muda. Tentu
banyak nilai-nilai Natsir yang diserap para tokoh itu. Tapi, tak semua mampu
mengikuti seluruh sisi Natsir. Ada yang gagal meneladani kesederhanaan dan
kerendahatian Natsir.
Natsir juga
bukan sosok yang selalu sabar. Sesekali ia juga masih tampak marah. Tetapi, dalam konteks membangun
umat dan bangsa, ia seorang pendakwah sejati. Seorang yang selalu berpegang
pada prinsip-prinsip kesantunan dan kesabaran dalam melangkah. Prinsip itu
selalu dijaganya. Dengan kesantunan dan kesabaran ia jaga keutuhan bangsa dan
umat ini. Baginya, bangsa dan umat bagai dua sisi berbeda dari keping mata uang
yang sama. Langkah-langkahnya hampir
selalu diperuntukkan bagi bangsa dan umat sekaligus.
B.Perjuangan Muhammad Natsir
Ketika
Belanda hendak menjadikan Indonesia negara serikat, Muhammad Natsir
menentangnya dan mengajukan pembentukan negara Kesatuan Republik Indonesia.
Usulan ini disetujui 90% anggota Masyumi. Tahun 1950, ia diminta membentuk
kabinet sekaligus menjadi perdana Menterinya. Tapi belum genap setahun ia
dipecat karena bersebrangan dengan presiden Soekarno. Ia tetap memimpin Masyumi
dan menjadi anggota parlemen hingga tahun 1957. Pidatonya yang berjudul
:“Pilihlah salah satu dari dua jalan, Islam atau Atheis. yang disampaikan di
parlemen Indonesia dan dipublikasikan majalah “Al Muslimin”, punya pengaruh
besar pada anggota parlemen dan masyaakat muslim Indonesia.[5]
Saat
menerjuni bidang politik, Muhammad Natsir adalah sorang politikus piawai dan
ketika menerjuni medan perang, ia menjadi panglima yang gagah berani, dan saat
berdebat dengan musuh, ia tampil sebagai pakar ilmu dan dakwah. Muhammad Natsir
menentang serangan membuta yang dilancarkan para antek-antek penjajah dan para
kaki tangan Barat maupun Timur, dengan menerbitkan majalah Pembela Islam. Ia
juga menyerukan Islam sebagai titik tolak kemerdekaan dan kedaulatan, pada saat
Soekarno dan antek-anteknya menyerukan nasionalisme Indonesia sebagai titik
tolak kemerdekaan.
Soekarno bersekutu dengan Komunis yang
terhimpun dalam Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk melawan Muhammad Natsir
dan Partai Masyumi. Pertarungan ini berlangsung hingga tahun 1961, Soekarno
membubarkan Partai Masyumi dan menahan pemimpinnya, terutama Muhammad
Natsir.Namun perlawanan kaum muslimin Indonesia tidak padam, terus berlanjut
hingga terjadi revolusi militer yang berhasil menggulingkan Soekarno pada tahun
1965.
Dikalangan
Islam garis keras, banyak yang berusaha melupakan kedekatan pikirannya dengan demokrasi
Barat, seraya menunjukkan betapa gerahnya Natsir menyaksikan agresivitas misionaris
Kristen di tanah air ini. Dan di kalangan Islam moderat, tidak sedikit yang
melupakan periode ketika bekas perdana menteridari Partai Masyumi ini memimpin
Dewan Dakwah Islamiyah, seraya mengenang masa tatkala perbedaan pendapat tak
mampu memecah-belah bangsa ini.
Pluralisme,
waktu itu, sesuatu yang biasa. Memang Mohammad Natsir hidup ketika persahabatan
lintas ideology bukan hal yang patut dicurigai, bukan suatu pengkhianatan.
Natsir pada dasarnya anti komunis. Bahkan keterlibatannya kemudian
dalamPemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), antara lain, disebabkan
oleh kegusaran pada pemerintah Soekarno yang dinilainya semakin dekat dengan
Partai Komunis Indonesia. Masyumi dan PKI, dua yang tidak mungkin bertemu. Tapi
Natsir tahu politik identitas tidak di atas segalanya. Ia biasa minum kopi
bersama D.N. Aidit di kantin gedung parlemen, meskipun Aidit menjabat Ketua
Central Committee PKI ketika itu.[6]
Perbedaan
pendapat pula yang mempertemukan Bung Karno dan Mohammad Natsir, dan mengantar
ke pertemuan-pertemuan lain yang lebih berarti. Waktu itu, penghujung 1930-an,
Soekarno yang menjagokan nasionalisme- sekularisme dan Natsir yang mendukung
Islam sebagai bentuk dasar negara terlibat dalam polemik yang panjang di
majalah Pembela Islam. Satu polemik yang tampaknya tak berakhir dengan
kesepakatan, melainkan saling mengagumi lawannya.Lebih dari satu dasawarsa
berselang, keduanya "bertemu" lagi dalam keadaan yang sama sekali
berbeda. Natsir menjabat menteri penerangan dan Soekarno presiden dari negeri
yang tengah dilanda pertikaian partai politik. Puncak kedekatan Soekarno-Natsir
terjadi ketika Natsir sebagai Ketua Fraksi Masyumi menyodorkan jalan keluar buat
negeri yang terbelah-belah oleh model federasi. Langkah yang kemudian populer
dengan sebutan Mosi Integral, kembali ke bentuk Negara kesatuan, itu berguna
untuk menghadang politik pecah-belah Belanda.[7]
Mohammad
Natsir, sosok artikulatif yang selalu memelihara kehalusan tutur katanya dalam
berpolitik, kita tahu dan tak bisa menghindar dari konflik keras dan berujung
pada pembuktian tegas antara si pemenang dan si pecundang. Natsir bergabung
dengan PRRI/Perjuangan Rakyat Semesta, terkait dengan kekecewaannya terhadap
Bung Karno yang terlalu memihak PKI dan kecenderungan kepemimpinan nasional
yang semakin otoriter. Ia ditangkap, dijebloskan ke penjara bersama beberapa
tokoh lain tanpa pengadilan.
Dunianya
seakan-akan berubah total ketika Soekarno, yang memerintah enam tahun dengan
demokrasi terpimpinnya yang gegap-gempita, akhirnya digantikan Soeharto. Para
pencinta demokrasi memang terpikat, menggantungkan banyak harapan kepada
perwira tinggi pendiam itu. Soeharto membebaskan tahanan politik, termasuk
Natsir dan kawan-kawannya. Tapi tidak cukup lama Soeharto memikat para
pendukung awalnya. Pada 1980 ia memperlihatkan watak aslinya, seorang pemimpin yang
cenderung otoriter.
Natsir
yang konsisten itu tidak berubah, seperti di masa Soekarno dulu. Ia kembali
menentang gelagat buruk Istana dan menandatangani Petisi 50 yang kemudian
memberinya stempel "musuh utama" pemerintah Soeharto. Para
tokohnya menjalani hidup yang sulit. Bisnis keluarga mereka pun kocar-kacir
karena tak bisa mendapatkan kredit bank. Bahkan beredar kabar Soeharto ingin
mengirim mereka ke Pulau Buru, pulau di Maluku yang menjadi tempat tahanan
politik pengikut PKI. Soeharto tak memenjarakan Natsir, tapi dunianya dibuat
sempit para penandatangan Petisi 50 dicekal
Mohammad
Natsir meninggalkan kita pada 1993. Dalam hidupnya yang cukup panjang, di balik
kelemah lembutannya, ada kegigihan seorang yang mempertahankan sikap. Ada
keteladanan yang sampai sekarang membuat kita sadar bahwa bertahan dengan sikap
yang bersih, konsisten, dan bersahaja itu bukan mustahil meskipun penuh tantangan.
Hari-hari belakangan ini kita
merasa teladan hidup seperti itu begitu jauh, bahkan sangat jauh.
C. Manhaj Dakwah Muhammad Natsir
Keluar dari penjara, Muhammad Natsir dan
rekan-rekannya mendirikan Dewan Dakwah Islam Indonesia yang memusatkan
aktivitasnya untuk membina masyarakat, mengerahkan para pemuda, dan menyiapkan
dai. Kemudian cabang-cabang DDI terbentuk di seluruh Indonesia, dan generasi
muda dapat mengenyam fikrah Islam yang benar, memberi pengarahan kepada masyarakat,
mendirikan pusat-pusat kegiatan Islam (Islamic Center) dan masjid, menyebarkan
buku-buku Islam, membentuk ikatan-ikatan pelajar Islam, serta mendirikan
beberapa asosiasi profesional: para insinyur, petani, pekerjadan lain-lain. Ia
juga menjalin hubungan dengan gerakan-geraka Islam Internasional, untuk saling
tukar pengalaman dan saling mengokohkan persatuan. tahun 1967, Muhammad Natsir
dipilih menjadi Wakil Ketua Muktmar Islam
Internasiomal di Pakistan.
Muhammad
Natsir sangat seius memperhatikan masalah Palestina. Ia temui tokoh, pemimpin
dan dai di negara-negara Arab dan Islam untuk membangkitkan semangat membela
Palestina, setelah kekelahan tahun 1967. siang dan malam Muhammad Natsir
berkunjung ke wilayah di Indonesia untuk urusan dakwah. Rakyat Indonesia mulai
mendekati dai untuk mengenal Islam yang benar. Kesadaran berislam pun merebak
dikalangan mahasiswa dan pelajar, juga menyentuh para intelektual.[8]
D. Ungkapan-ungkapan Muhammad Natsir
“Islam tidak terbatas pada aktivitas ritual
muslim yang sempit, tapi pedoman hidup bagi individu, masyarakat dan negara.
Islam menentang kesewenang-wenangan manusia terhadap saudaranya. karena itu,
kaum muslimin harus berjihad untuk mendapatkan kemerdekaan. Islam menyetujui
prinsip-prinsip negara yang benar. Karena itu, kaum muslimin harus mengelola
negara yang merdeka berdasarkan nilai-nilai Islam. Tujuan ini tidak terwujud
jika kaum muslimin tidak punya keberanian berjihad untuk mendapatkan
kemerdekaan, sesuai dengan nilai-nilai yang diserukan Islam. Mereka juga harus
serius membentuk kader dari kalangan pemuda muslim yang terpelajar.”
Saat
diwawancarai dengan redaktur majalah “Al-Wa’yul Islami” Kuwait di kediaman
Muhammad Natsir pada tahun 1989, Muhammad Natsir berkata: “Saya tidak takut
masa depan, karena tidak ada bahaya. Masa depan milik Umat Islam, jika mereka
tetap istiqomah, baik secara pribadi atau kolektif.” Ketika redaktur bertanya
tentang tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam dirinya dan mempengaruhi
perjuangannya, Muhammad natsir menjawab: “Haji Syaikh Muhammad Amin Al-Husaini,
Imam Asy Syahid Hasan Al-Banna dan Imam Al-Hudhaibi. Sedang tokoh - tokoh
Indonesia adalah Syaikh Agus Salim dan Syaikh Ahmad Surkati.”[9]
E. Karya-Karya Muhammad Natsir
Dalam
berpolitik untuk umat, Natsir telah mengukir karya yang hingga sekarang belum
ada tandingannya. Baginya, keislaman akan selalu berjalan seiring dengan
intelektualitas, profesionalitas. Partai Masyumi yang dibangunnya adalah
representasi cara pandang itu. Baginya, berpartai bukan buat kedudukan dan harta. Berpartai adalah
buat memperjuangkan nilai-nilai kabangsaan dan keislaman yang mencakup
intelektualitas-profesionalitas. Ini sisi lemah bangsa dan umat ini, hingga
tertinggal dari bangsa lain.
Banyak
tokoh bangsa dan umat kita saat ini yang lemah dalam intelektualitas. Apalagi profesionalitas.
Padahal, tidak akan ada bangsa dan umat yang dapat maju tanpa banyak karya
tulis yang ditinggalkan oleh Muhammad Natsir, baik yang terkait dengan dakwah
atau pemikiran. Sebagian telah diterbitkan dalam bahasa Arab dengan jumlah
lebih dari 35 buah buku, diantaranya adalah Fiqhud Da’wah (Fikih Dakwah) dan
Ikhtaru Ahadas Sabilain (Pilih salah satu dari dua jalan). Disamping itu masih
banyak ceramah, riset, makalah Muhammad Natsir yang tersebar dan tidak dapat
dihitung.[10]
F.
Jabatan yang pernah diduduki Muhammad Natsir
Jabatan
yang pernah diduduki Muhammad Natsir antara lain :
1. Ketua Jong Islamieten Bond, Bandung.
2. Mendirikan dan mengetuai Yayasan Pendidikan
Islam di Bandung.
3. Direktur Pendidikan Islam, Bandung.
4. Menerbitkan majalah Pembela Islam,
dalam melawan propaganda antek-antek penjajah dan kaki tangan asing.
5. Anggota Dewan Kabupaten Bandung.
6. Kepala Biro Pendidikan Kota Madya (Bandung
Shiyakush).
7. Memimpin Majelis Al Islam A’la Indunisiya
(MIAI).
8. Menjadi pimpinan Direktorat Pendidikan, di
Jakarta.
9. Sekretaris Sekolah Tinggi Islam (STI) Jakarta.
10. Anggota Badan Pekerja
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
11. Anggota MPRS.
12.Pendiri
dan pemimpin partai MASYUMI (Majlis Syuro Muslimin Indonesia) Dalam pemilu
1955, yang dianggap pemilu paling demokratis sepanjang sejarah bangsa, Masyumi
meraih suara 21% (Masyumi memperoleh 58 kursi, sama besarnya dengan PNI.
Sementara NU memperoleh 47 kursi dan PKI 39 kursi). Pencapaian suara Masyumi
itu belum disamai, apalagi terlampaui, oleh partai Islam setelahnya, hingga
saat ini
13. Menentang pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) oleh Belanda dan
mengajukan pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini
dikenal dengan Mosi Integrasi Natsir. Akhirnya RIS dibubarkan dan seluruh
wilayah Nusantara kecuali Irian Barat kembali ke dalam NKRI dengan Muhammad
Natsir menjadi Perdana Menterinya penyelamat NKRI, demikian presiden Soekarno menjuluki Natsir.
14. Menteri Penerangan Republik Indonesia.
15. Perdana Menteri pertama
Republik Indonesia.
16.
Anggota Parlemen. Penentang utama sekulerisasi negara, dengan pidatonya “Pilih
Salah Satu dari Dua Jalan; Islam atau Atheis” di hadapan parlemen, memberi pengaruh yang besar bagi anggota
parlemen dan masyarakat muslim Indonesia.
17. Anggota Konstituante.
18. Menyatukan kembali Aceh
yang saat itu ingin berpisah dari NKRI.
19. Mendirikan dan memimpin Dewan Dakwah Islam
Indonesia (DDII), yang cabang-cabangnya tersebar ke seluruh Indonesia .
20. Wakil Ketua Muktamar Islam
Internasional, di Pakistan.
21. Aktif menemui tokoh, pemimpin dan dai di
negara-negara Arab dan Islam untuk membangkitkan semangat membela Palestina.
22. Anggota Dewan Pendiri Rabithah Alam Islami (World
Moslem League), juga pernah menjadi sekjennya. Natsir adalah pemimpin dunia
Islam yang amat dihormati—Sekretaris Jenderal Rabitah Alam Islami meminta
hadirin berdiri saat pak Natsir memasuki ruang sidang organisasi dunia Islam
itu.
23. Anggota Majelis Ala Al-Alamy lil
Masajid (Dewan Masjid Sedunia).
24. Presiden The Oxford
Centre for Islamic Studies London .
25. Pendiri UII (Universitas Islam Indonesia ) bersama Moh. Hatta, Kahar
Mudzakkir, Wahid Hasyim. Juga enam perguruan tinggi Islam besar lainnya di Indonesia .
26. Ketika presiden Soeharto kesulitan menuntaskan
konforontasi Indonesia-Malaysia (yang
dimulai presiden Soekarno), berkat bantuan dan jasa hubungan baik Natsir dengan
Perdana Menteri (PM) Tengku Abdul Rahman, Malaysia membuka diri menyelesaikan
konfrontasi, dan Letjen TNI Ali Moertopo, Asisten Pribadi (Aspri) Presiden
Soeharto, diterima berunding pejabat Malaysia.
27. Berkat jasa hubungan baik Natsir dengan PM Fukuda
juga, pemerintah Jepang bersedia membantu Indonesia setelah perekonomian
negara ambruk di masa Orde Lama dan setelah pemberontakan G 30 S/PKI
28.Karena jasa
baik dan pengaruh ketokohan Muuhammad Natsir pula, Presiden Soeharto diterima
di negara-negara Timur Tengah dan Dunia Islam. Natsir adalah anak bangsa Indonesia yang pernah menjadi tokoh Dunia
Islam yang begitu dihormati sepanjang
sejarah Indonesia
bahkan sampai sekarang.[11]
G. JASA DAN PENGHARGAAN MUHAMMAD NATSIR
Atas segala jasa dan kegiatannya, maka
Natsir pernah mendapatkan beberapa penghargaan antara lain :
- Pada
tahun 1957 Natsir memperoleh bintang kehormatan dari Republik Tunisia
untuk perjuangannya membantu kemerdekaaan Negara-negara Islam di Afrika
Utara.
- Tahun
1967 dia mendapat gelar Doktor HC dari Universitas Islam Libanon dalam
bidang politik Islam, menerima Faisal Award dari kerajaan Saudi Arabia.
- Tahun
1980 untuk pengabdiannya pada Islam dan Dr HC dari Universitas Sains dan
Teknologi Malaysia
- Tahun 1991 dalam bidang pemikiran Islam dan
Dr HC dari Universitas Sains dan Teknologi Malaysia
Natsir
memang termasuk tokoh langka. Ini diakui salah satunya oleh George McT Kahin,
Guru Besar Cornell University. “Saat pertama kali berjumpa dengannya di tahun 1948, pada waktu itu ia
Menteri Penerangan RI, saya menjumpai sosok orang yang berpakaian paling
camping (mended) di antara semua pejabat di Yogyakarta. Itulah satu-satunya
pakaian yang dimilikinya, dan beberapa minggu kemudian staf yang bekerja di
kantornya berpatungan membelikannya sehelai baju yang lebih pantas, mereka
katakan pada saya, bahwa pemimpin mereka itu akan kelihatan seperti ‘menteri
betulan’,” kata Kahin menceritakan sosok Natsir.[12]
Ia
juga sangat bersahaja dan kadang-kadang gemar bercanda dengan siapa saja yang
menjadi teman bicaranya. Mendapat ijazah perguruan tinggi dari Fakultas
Tarbiyah Bandung. Mendapat gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Islam
Indonesia, Yogyakarta. Ia juga menerima gelar kehormatan akademik dari
Universitas kebangsaan malaysia (UKM). Menjadi Perdana Menteri dalam usia 42 tahun, dan kembali ke
haribaan Ilahi pada 6 Februari 1993 di Jakarta. .[13]
Demikian
sekilas catatan biografi Muhammad Natsir. Mudah-mudahan Anda tidak mencukupkan
diri mengenal tokoh-tokoh Islam dari tulisan ini saja. Di tengah aktivitas Anda
dapat menyisihkan sebagian waktu untuk berburu informasi tentang para pejuang Islam. Masih begitu
banyak nama-nama besar dalam dakwah Islam di Indonesia .
.
III.
KESIMPULAN
Dari uraian
diatas dapat diambil kesimpulan antara lain :
- Bahwa
perjuangan harus selalu ada seperti yang dilakukan oleh Natsir.
- Natsir
merupakan salah satu pahlawan nasional yang patut kita teladani bersama
dalam hal perjuanganya serta semangat berfikirnya untuk kemjuan bangsa dan
Negara.
- Pada
saat sekarang ini dibutuhkan tokoh-tokoh seperti Natsir untuk terus
berjuang untuk memperjuangkan nasib bangsa.
- Kita
harus selalu maju dan membela yang benar dan jangan takut dengan
kedhaliman sama seperti semangat Natsir.
- Tentang
kemunduran umat Natsir berpendapat bahwa penyebabnya karena anggapan bahwa
pintu ijtihad telah tertutup.
- Untuk
mengahadapi tantangan masa depan diperlukan sifat Istiqomah agar selamat
dunia akhirat.
Demikianlah
keimpulan yang dapat kami buat . Semoga makalah ini bermanfaat bagi dunia
pendidikan pada umumnya dan khususnya bagi saya pribadi serta teman-teman,
kritik dan saran sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini khususnya
dari Ibu dosen pengampu mata kuliah Penelitian Sejarah
DAFTAR PUSTAKA
Natsir, Muhammad,
Pendidikan, Pengorbanan Kepemimpinan Primordialisme dan Nostalgia, (
Jakarta, Media dakwah, 1987 )
Natsir, Muhammad,
70 tahun kenang-kenangan kehidupan dan perjuangan ( Jakarta, Pustaka
Antara, 1978 ),
Natsir, Muhammad
, Kapita Selekta, ( Jakarta, Van Hoeve, 1954 ),
Ramayulis,
Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta Quantum Teaching, , 2005 ),
Sholehuddin,
Sugeng, Modernisasi Gagasan , Praktek dan Konsep Pemikiran Pendidikan Islam,
(STAIN Pekalongan,2003),
http://andaleh.blogsome.com
http://qudrat.multiply.com/journal/item/54
[1]
Ramayulis, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta Quantum Teaching, , 2005 ), h. 288
[2] Ibid, h.
289
[3] Ibid, h.
291
[4] Muhammad
Natsir, Pendidikan, Pengorbanan Kepemimpinan Primordialisme dan Nostalgia,
( Jakarta, Media dakwah, 1987 ) h. 35
[5]
Muhammad Natsir, 70 tahun kenang-kenangan kehidupan dan perjuangan
(Jakarta, Pustaka Antara, 1978 ),h. 56
[6] Ibid, h. 58
[7] Ibid, h. 60
[8] Muhammad Natsir, Kapita Selekta, (
Jakarta, Van Hoeve, 1954 ), h. 87
[9] Ramayulis, Ensiklopedi Tokoh
Pendidikan Islam, (Jakarta Quantum Teaching, , 2005 ), h. 290
[10] http://dunia.pelajar-islam.or.id/?p=1312
[11]http://andaleh.blogsome.com
[12] Muhammad Natsir, 70 tahun
kenang-kenangan kehidupan dan perjuangan ( Jakarta, Pustaka Antara, 1978
),h. 32
Tidak ada komentar:
Posting Komentar