Minggu, 12 April 2015

Teknologi

POTENSI TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DALAM PENINGKATAN MUTU PEMBELAJARAN DI KELAS



 

Teknologi komunikasi dan informasi dalam pendidikan

              Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah memberikan pengaruh terhadap dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Menurut Rosenberg (2001), dengan berkembangnya penggunaan  TIK ada lima pergeseran dalam proses pembelajaran yaitu: (1) dari pelatihan ke penampilan, (2) dari ruang kelas ke di mana dan kapan saja, (3) dari kertas ke “on line” atau saluran, (4) fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja, (5) dari waktu siklus ke waktu nyata. Komunikasi sebagai media pendidikan  dilakukan dengan menggunakan media-media komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail, dsb. Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dilakukan dengan menggunakan media-media tersebut. Guru dapat memberikan layanan tanpa harus berhadapan langsung dengan siswa. Demikian pula siswa dapat memperoleh informasi dalam lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang maya dengan menggunakan komputer atau internet. Hal yang paling mutakhir adalah berkembangnya apa yang disebut “cyber teaching” atau pengajaran maya, yaitu proses pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan internet. Istilah lain yang makin poluper saat ini ialah e-learning yaitu satu model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi khususnya internet. Menurut Rosenberg (2001; 28), e-learning merupakan satu penggunaan teknologi internet dalam penyampaian pembelajaran dalam jangkauan luas yang belandaskan tiga kriteria yaitu: (1) e-learning merupakan jaringan dengan kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan, mendistribusi dan membagi materi ajar atau informasi, (2) pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui komputer dengan menggunakan teknologi internet yang standar, (3) memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran di balik paradigma pembelajaran tradisional.  Saat ini e-learning telah berkembang dalam  berbagai model pembelajaran yang berbasis TIK seperti:  CBT (Computer Based Training), CBI (Computer Based Instruction), Distance Learning, Distance Education, CLE (Cybernetic Learning Environment), Desktop Videoconferencing, ILS (Integrated Learning Syatem), LCC (Learner-Cemterted Classroom), Teleconferencing, WBT (Web-Based Training), dsb.
 
  Satu bentuk produk TIK adalah internet  yang berkembang pesat di penghujung abad 20 dan di ambang abad 21. Kehadirannya telah memberikan dampak yang cukup besar terhadap kehidupan umat manusia dalam berbagai aspek dan dimensi. Internet merupakan salah satu instrumen dalam era globalisasi yang telah menjadikan dunia ini menjadi transparan dan terhubungkan dengan sangat mudah dan cepat tanpa mengenal batas-batas kewilayahan atau kebangsaan. Melalui internet setiap orang dapat mengakses ke dunia global untuk memperoleh informasi dalam berbagai bidang dan pada glirannya akan memberikan pengaruh dalam keseluruhan perilakunya. Dalam kurun waktu yang amat cepat beberapa dasawarsa terakhir telah terjadi revolusi internet di berbagai negara serta penggunaannya dalam berbagai bidang kehidupan. Keberadaan internet pada masa kini sudah merupakan satu kebutuhan pokok manusia modern dalam menghadapi berbagai tantangan perkembangan global. Kondisi ini sudah tentu akan memberikan dampak terhadap corak dan pola-pola kehidupan umat manusia secara keseluruhan. Dalam kaitan ini, setiap orang atau bangsa yang ingin lestari dalam menghadapi tantangan global, perlu meningkatkan kualitas dirinya untuk beradaptasi dengan tuntutan yang berkembang. TIK telah mengubah wajah pembelajaran yang berbeda dengan proses pembelajaran tradisional yang ditandai dengan interaksi tatap muka antara guru dengan siswa baik di kelas maupun di luar kelas.
              Di masa-masa mendatang, arus informasi akan makin meningkat melalui jaringan internet yang bersifat global di seluruh dunia dan menuntut siapapun untuk beradaptasi dengan kecenderungan itu kalau tidak mau ketinggalan jaman. Dengan kondisi demikian maka  pendidikan khususnya proses pembelajaran cepat atau lambat  tidak dapat terlepas dari keberadaan komputer dan internet sebagai alat bantu utama.  MAJALAH Asiaweek terbitan 20-27 Agustus 1999 telah menurunkan tulisan-tulisan dalam tema "Asia in the New Millenium" yang memberikan gambaran berbagai kecenderungan perkembangan yang akan terjadi di Asia dalam berbagai aspek seperti ekonomi, politik, agama, sosial, budaya, kesehatan, pendidikan, dsb. termasuk di dalamnya pengaruh revolusi internet dalam berbagai dimensi kehidupan. Salah satu tulisan yang berkenaan dengan dunia pendidikan disampaikan oleh Robin Paul Ajjelo dengan judul "Rebooting:The Mind Starts at School". Dalam tulisan tersebut dikemukakan bahwa ruang kelas di era millenium yang akan datang akan jauh berbeda dengan ruang kelas seperti sekarang ini yaitu dalam bentuk seperti laboratorium komputer di mana tidak terdapat lagi format anak duduk di bangku dan guru berada di depan kelas. Ruang kelas di masa yang akan datang disebut sebagai "cyber classroom" atau "ruang kelas maya" sebagai tempat anak-anak melakukan aktivitas pembelajaran secara individual maupun kelompok dengan pola belajar yang disebut "interactive learning" atau pembelajaran interaktif melalui komputer dan internet. Anak-anak berhadapan dengan komputer dan melakukan aktivitas pembelajaran secara interaktif melalui jaringan internet untuk memperoleh materi belajar dari berbagai sumber belajar. Anak akan melakukan kegiatan belajar yang sesuai dengan kondisi kemampuan individualnya sehingga anak yang lambat atau cepat akan memperoleh pelayanan pembelajaran yang sesuai dengan dirinya. Kurikulum dikembangkan sedemikian rupa dalam bentuk yang lebih kenyal atau lunak dan fleksibel sesuai dengan kondisi lingkungan dan kondisi anak sehingga memberikan peluang untuk terjadinya proses pembelajaran maju berkelanjutan baik dalam dimensi waktu maupun ruang dan materi. Dalam situasi seperti ini, guru bertindak sebagai fasilitator pembelajaran sesuai dengan peran-peran sebagaimana dikemukakan di atas.  
              Dalam tulisan itu, secara ilustratif disebutkan bahwa di masa-masa mendatang isi tas anak sekolah bukan lagi buku-buku dan alat tulis seperti sekarang ini,  akan tetapi berupa: (1) komputer notebook dengan akses internet tanpa kabel, yang bermuatan materi-materi belajar yang berupa bahan bacaan, materi untuk dilihat atau didengar, dan dilengkapi dengan kamera digital serta perekam suara, (2) Jam tangan yang dilengkapi dengan data pribadi, uang elektronik, kode sekuriti untuk masuk rumah, kalkulator, dsb. (3) Videophone bentuk saku dengan perangkat lunak, akses internet, permainan, musik, dan TV, (4) alat-alat musik, (5) alat olah raga, dan (6) bingkisan untuk makan siang.  Hal itu menunjukkan bahwa segala kelengkapan anak sekolah di masa itu nanti berupa perlengkapan yang bernuansa internet sebagai alat bantu belajar.               
                Meskipun teknologi informasi komunikasi dalam bentuk komputer dan internet telah terbukti banyak menunjang proses pembelajaran anak secara lebih efektif dan produktif, namun di sisi lain masih banyak kelemahan dan kekurangan. Dari sisi kegairahan kadang-kadang anak-anak lebih bergairah dengan internetnya itu sendiri dibandingkan dengan materi yang dipelajari. Dapat juga terjadi proses pembelajaran yang terlalu bersifat individual sehingga mengurangi pembelajaran yang bersifat sosial. Dari aspek informasi yang diperoleh, tidak terjamin adanya ketepatan informasi dari internet sehingga sangat berbahaya kalau anak kurang memiliki sikap kritis terhadap informasi yang diperoleh. Bagi anak-anak sekolah dasar penggunaan internet yang kurang proporsional dapat mengabaikan peningkatan kemampuan yang bersifat manual seperti menulis tangan, menggambar, berhitung, dsb. Dalam hubungan ini guru perlu memiliki kemampuan dalam mengelola kegiatan pembelajaran secara proporsional dan demikian pula perlunya kerjasama yang baik dengan orang tua untuk membimbing anak-anak belajar di rumah masing-masing.

Senin, 01 September 2014

Kisah Waliyullah "Uwais al Qarni" (tidak dikenal di bumi tapi dikenal di Langit)




Pada zaman Nabi Muhammad S.A.W, ada seorang pemuda bermata biru, rambutnya merah, pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan.Kulitnya kemerah-merahan. Dagunya menempel di dada kerana selalu melihat pada tempat sujudnya. Tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya. Ahli membaca al-Quran dan selalu menangis, pakaiannya hanya dua helai dan sudah kusut yang satu untuk penutup badan dan yang satunya digunakannya sebagai selendang. Tiada orang yang menghiraukan, tidak terkenal dalam kalangan manusia,namun sangat terkenal di antara penduduk langit.

Tatkala datangnya hari Kiamat, dan tatkala semua ahli ibadah diseru untuk memasuki Syurga, dia justeru dipanggil agar berhenti dahulu seketika dan disuruh memberi syafa'atnya.  Ternyata Allah memberi izin padanya untuk memberi syafa'at bagi sejumlah bilangan qabilah Robi'ah dan qabilah Mudhor, semua dimasukkan ke Syurga dan tiada seorang pun ketinggalan dengan izin-Nya.

Dia adalah 'Uwais al-Qarni' siapalah dia pada mata manusia...

Tidak banyak yang mengenalnya, apatah lagi mengambil tahu akan hidupnya. Banyak suara-suara yang mentertawakan dirinya, mengolok-olok dan mempermainkan hatinya.  Tidak kurang juga yang menuduhnya sebagai seorang yang membujuk, seorang pencuri serta berbagai macam umpatan demi umpatan, celaan demi celaan daripada manusia.

Suatu ketika, seorang fuqoha' negeri Kuffah, datang dan ingin duduk bersamanya. Orang itu memberinya dua helai pakaian sebagai hadiah. Namun, hadiah pakaian tadi tidak diterima lalu dikembalikan semula kepadanya. Uwais berkata:

"Aku khuatir, nanti orang akan menuduh aku, dari mana aku mendapatkan pakaian itu? Kalau tidak daripada membujuk pasti daripada mencuri."
Uwais telah lama menjadi yatim. Beliau tidak mempunyai sanak saudara, kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh tubuh badannya.

Hanya penglihatan kabur yang masih tersisa.

Bagi menampung kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai pengembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup-cukup untuk menampung keperluan hariannya bersama ibunya. Apabila ada wang berlebihan, Uwais menggunakannya bagi membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan.  Kesibukannya sebagai pengembala dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak mempengaruhi kegigihan ibadahnya. Dia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya.

Uwais al-Qarni telah memeluk Islam ketika seruan Nabi Muhammad S.A.W tiba ke negeri Yaman. Seruan Rasulullah telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tidak ada sekutu bagi-Nya.

Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur. Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya menarik hati Uwais. Apabila seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, kerana selama ini hati Uwais selalu merindukan datangnya kebenaran. Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad S.A.W secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka memperbaharui rumah tangga mereka dengan cara kehidupan Islam.

Alangkah sedihnya hati Uwais apabila melihat setiap tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah bertamu dan bertemu dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang dia sendiri belum berkesempatan.  Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih. Namun apakan daya, dia tidak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah. Lebih dia beratkan adalah ibunya yang sedang sakit dan perlu dirawat. Siapa yang akan merawat ibunya sepanjang ketiadaannya nanti?

Diceritakan ketika terjadi perang Uhud Rasulullah S.A.W mendapat cedera dan giginya patah kerana dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Khabar ini sampai ke pengetahuan Uwais.  Dia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada Rasulullah, sekalipun ia belum pernah melihatnya.

Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tidak terbendung dan hasrat untuk bertemu tidak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, "Bilakah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah beliau dengan dekat?"
Bukankah dia mempunyai ibu yang sangat memerlukan perhatian daripadanya dan tidak sanggup meninggalkan ibunya sendiri. Hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa Rasulullah.  Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya. Dia meluahkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan untuk pergi menziarahi Nabi S.A.W di Madinah.  Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau amat faham hati nurani anaknya, Uwais dan berkata,  "Pergilah wahai anakku! Temuilah Nabi di rumahnya. Apabila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang."  Dengan rasa gembira dia berkemas untuk berangkat. Dia tidak lupa untuk menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama mana dia pergi.

Sesudah siap segala persediaan, Uwais mencium sang ibu. Maka berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak lebih kurang empat ratus kilometer dari Yaman.  Medan yang begitu panas dilaluinya. Dia tidak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari. Semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi S.A.W yang selama ini dirinduinya.

Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi S.A.W, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah sayyidatina 'Aisyah R.A sambil menjawab salam Uwais.  Segera sahaja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata baginda tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tidak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi S.A.W dari medan perang.  Bilakah beliau pulang? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman.
"Engkau harus lekas pulang."  Atas ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemahuannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi S.A.W.  Dia akhirnya dengan terpaksa memohon untuk pulang semula kepada sayyidatina 'Aisyah R.A ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi S.A.W dan melangkah pulang dengan hati yang pilu.

Sepulangnya dari medan perang, Nabi S.A.W langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad S.A.W menjelaskan bahawa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit dan sangat terkenal di langit.  Mendengar perkataan baginda Rasulullah S.A.W, sayyidatina 'Aisyah R.A dan para sahabatnya terpegun.  Menurut sayyidatina 'Aisyah R.A memang benar ada yang mencari Nabi S.A.W dan segera pulang kembali ke Yaman, kerana ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.

Rasulullah S.A.W bersabda: "Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya."

Sesudah itu Rasulullah S.A.W, memandang kepada sayyidina Ali K.W dan sayyidina Umar R.A dan bersabda:  "Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi."

Tahun terus berjalan, dan tidak lama kemudian Nabi S.A.W wafat, hinggalah sampai waktu khalifah Sayyidina Abu Bakar as-Shiddiq R.A telah digantikan dengan Khalifah Umar R.A.  Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi S.A.W tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali K.W untuk mencarinya bersama.  Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, mereka berdua selalu bertanya tentang Uwais al-Qarni, apakah ia turut bersama mereka. Di antara kafilah-kafilah itu ada yang merasa hairan, apakah sebenarnya yang terjadi sampai ia dicari oleh beliau berdua.  Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka.

Suatu ketika, Uwais al-Qarni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah.  Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar R.A dan sayyidina Ali K.W mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka.  Rombongan itu mengatakan bahawa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawapan itu, beliau berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qarni.  Sesampainya di khemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar R.A dan sayyidina Ali K.W memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan solat. Setelah mengakhiri solatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman.

Sewaktu berjabat tangan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untukmembuktikan kebenaran tanda putih yang berada di telapak tangan Uwais,sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi S.A.W.  Memang benar! Diapenghuni langit.

Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut,
"Siapakah nama saudara?"
"Abdullah." Jawab Uwais.

Mendengar jawapan itu, kedua sahabat pun tertawa dan mengatakan,
"Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?"

Uwais kemudian berkata "Nama saya Uwais al-Qarni."

Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia.Itulah sebabnya, dia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan sayyidina Ali K.W. memohon agar Uwais berkenan mendoakan untuk mereka.

Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah,
"Sayalah yang harus meminta doa daripada kalian."

Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata,
"Kami datang ke sini untuk mohon doa dan istighfar daripada anda."

Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qarni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdoa dan membacakan istighfar.  Setelah itu Khalifah Umar R.A berjanji untuk menyumbangkan wang negara daripada Baitulmal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera sahaja Uwais menolak dengan halus dengan berkata,  "Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi."

Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam dan tidak terdengar beritanya.  Namun, ada seorang lelaki pernah bertemu dan dibantu oleh Uwais. Ketika itu kami berada di atas kapal menuju ke tanah Arab bersama para pedagang. Tanpa disangka-sangka angin taufan berhembus dengan kencang.  Akibatnya, hempasan ombak menghentam kapal kami sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat. Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya.

Lelaki itu keluar daripada kapal dan melakukan solat di atas air. Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu.
"Wahai waliyullah, tolonglah kami!" 

Namun, lelaki itu tidak menoleh. Lalu kami berseru lagi,
"Demi Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!"

Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata,
"Apa yang terjadi?"
"Tidakkah engkau melihat bahawa kapal dihembus angin dan dihentam ombak?" Tanya kami.

"Dekatkanlah diri kalian pada Allah!" Katanya.

"Kami telah melakukannya."
"Keluarlah kalian daripada kapal dengan membaca Bismillahirrahmaanirrahiim!"
Kami pun keluar daripada kapal satu persatu dan berkumpul. Pada saat itu jumlah kami lima ratus lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami serta isinya tenggelam ke dasar laut.

Lalu orang itu berkata pada kami,
"Tidak apalah harta kalian menjadi korban, asalkan kalian semua selamat."
"Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan?" Tanya kami.

"Uwais al-Qorni." Jawabnya dengan singkat.

Kemudian kami berkata lagi kepadanya, "Sesungguhnya harta yang ada di kapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir."
"Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membahagi-bahagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?" Tanyanya.

"Ya!" Jawab kami.

Orang itu pun melaksanakan solat dua rakaat di atas air, lalu berdoa. Setelah Uwais al-Qarni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membahagi-bahagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tiada satu pun yang tertinggal.

Beberapa waktu kemudian, tersiar khabar Uwais al-Qarni telah pulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebut untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafan, di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafankannya.

Demikian juga ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke perkuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.

Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan,
"Ketika aku ikut menguruskan jenazahnya hingga aku pulang daripada menghantarkan jenazahnya, lalu aku ingin untuk kembali ke kubur tersebut untuk memberi tanda pada kuburnya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas di kuburnya."
(Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qarni pada masa pemerintahan sayyidina Umar R.A.)

Pemergian Uwais al-Qarni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadihal-hal yang amat menghairankan. Sedemikian banyaknya orang yang tidak kenal datang untuk mengurus jenazah dan pengebumiannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tidak dihiraukan orang.

Sejak dia dimandikan hingga jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang.

Mereka saling bertanya-tanya "Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qarni? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tidak memiliki apa-apa? Kerjanya hanyalah sebagai penggembala?"

"Namun, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenali. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya."

Agaknya mereka adalah para malaikat yang diturunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya.

Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa Uwais al-Qarni.
"Dialah Uwais al-Qarni, tidak terkenal di bumi tapi sangat terkenal di langit."

Cerita Uzair AS, yang tertidur 100 tahun 

Pada suatu hari ketika‘Uzair memasuki kebunnya yang subur dengan pepohonan yang hijau daunnya dan lebat buahnya. Hatinya terpesona dengan keindahan pemandangan kebunnya. Ia pun memetik beberapa buah-buahan untuk dibawa pulang. Setelah itu ia pulang dengan keledainya sambil menikmati keindahan alam sekitarnya. Ia tidak sadar bahwa keledai yang ditungganginya telah tersesat jalan. Setelah sekian lama barulah ia sadar bahwa ia telah berada di suatu daerah yang tidak dikenali serta sudah jauh dari desa tempat tinggalnya.
‘Uzair memperhatikan sekeliling daerah yang asing itu. “Hmm.. Tempat ini seperti bekas sebuah kampung yang binasa akibat peperangan dahsyat…” pikirnya.
Di beberapa sudut kampung itu tampak bekas-bekas reruntuhan dengan mayat-mayat manusia yang bergelimpangan dimana-mana. Ia pun turun dari keledainya dengan membawa dua keranjang buah-buahan. Keledainya ia ditambatkan pada sebatang pohon, lalu ia duduk bersandar pada dinding sebuah rumah yang sudah runtuh. Ia pandangi mayat-mayat manusia yang sudah mulai membusuk itu. Pikirannya mulai berkecamuk,
“Hmm.. Bagaimana orang-orang yang sudah mati dan hancur itu pada hari kiamat dihidupkan lagi oleh Allah?”
Ia terus memikirkan itu hingga tertidur karena kelelahan.
‘Uzair terus tertidur hingga hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun pun berganti tahun tanpa terbangun sedetik pun. Seratus tahun berlalu sudah, sementara ‘Uzair tetap tertidur dengan jasad yang sudah hancur menyatu dengan tanah.
Kemudian Allah menyusun kembali daging dan tulang belulang ‘Uzair yang sudah hancur itu lalu ditiupkan ruhnya. Seketika itu juga ‘Uzair terbangun dan berdiri mencari keledai dan buah-buahannya di dalam keranjang.
Tidak berapa lama kemudian, turunlah beberapa malaikat seraya bertanya, “Tahukah engkau wahai ‘Uzair berapa lama engkau tidur?”
Tanpa berpikir panjang ‘Uzair menjawab, “Aku tertidur seharian atau mungkin setengah hari.”
Lalu malaikat pun berkata kepadanya, “Wahai ‘Uzair, engkau telah tertidur selama seratus tahun. Disinilah engkau berbaring, ditimpa hujan dan panas matahari, bahkan kadang ditiup badai. Dalam masa yang begitu panjang itu, buah-buahanmu tetap baik keadaannya. Tetapi coba lihat keledaimu, dia sudah hancur dimakan bumi”.
Dengan penuh keheranan, bergantian ia pandangi buah-buahan yang masih segar dan keledainya sudah hancur tidak berbentuk.
Malaikat pun melanjutkan perkatannya, “Lihat dan perhatikanlah sungguh-sungguh. Demikianlah kekuasaan Allah. Allah dapat menghidupkan kembali orang yang sudah mati dan mengembalikan jasad-jasad yang sudah hancur lebur. Dengan semudah itu pula Allah akan membangkitkan semua manusia yang sudah mati untuk diperiksa dan diadili segala perbuatannya kelak di akhirat. Hal ini diperlihatkan oleh Allah kepadamu agar engkau dan manusia-manusia lain tidak ragu-ragu lagi tentang apa yang diterangkan oleh Allah tentang kehidupan di akhirat”.
Tiba-tiba keledai yang sudah hancur berderai itu dilihatnya mulai dikumpulkan daging dan tulangnya dan akhirnya menjadi seperti sediakala, hidup sebagaimana sebelum mati. Maka ‘Uzair pun berkata, “Sekarang aku semakin yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
Lalu ‘Uzair menghampiri keledainya dan menungganginya pulang ke rumahnya dahulu. Namun ia kesulitan mencari jalan pulang. Jalan yang dulu pernah ia lalui sudah banyak berubah. Ia mencoba mengingat-ingat apa yang pernah dilihatnya seratus tahun lalu. Setelah menempuh berbagai kesulitan, akhirnya ia pun sampai di rumahnya. Ia mendapati rumahnya sudah porak poranda, sebagian besar dinding-dinding rumahnya telah runtuh. Ia pun mulai ragu, “Apa benar ini rumahku dulu..” Tiba-tiba ‘Uzair melihat ada seorang perempuan tua berjalan tertatih-tatih. Kedua matanya telah buta, hingga ia harus berjalan meraba-raba menggunakan tongkatnya. Lantas ‘Uzair pun bertanya, “Maaf bu.. Rumah siapakah ini?”
Perempuan tua itu menjawab. “Ini adalah rumah ‘Uzair, tetapi ia telah lama pergi dan tidak lagi didengar kabar beritanya. Lagi pula semua orang sudah melupakannya”.
“Ibu.. akulah ‘Uzair,” jelas ‘Uzair. “Aku telah dimatikan oleh Allah seratus tahun yang lalu. Sekarang aku sudah dihidupkan kembali oleh Allah”.
Perempuan tua itu terkejut seakan-akan tidak percaya, lalu dia pun berkata, “‘Uzair itu adalah seorang yang paling sholeh, doanya selalu dikabulkan oleh Allah dan telah banyak jasanya dalam mengobati orang-orang yang sakit” sambungya lagi, “Aku ini pelayan ‘Uzair, badanku telah tua dan lemah, mataku pun telah buta karena selalu menangis terkenangkan ‘Uzair. Kalaulah tuan ini ‘Uzair maka cobalah tuan doakan kepada Allah supaya mataku terang kembali dan dapat melihat tuan.”
Uzair pun menengadahkan kedua tangannya ke langit lalu berdoa kepada Allah. Tiba-tiba kedua mata perempuan tua itu pun terbuka dan dapat melihat dengan lebih terang lagi. Tubuhnya yang tua dan lemah itu kembali kuat seakan-akan kembali muda. Setelah menatap wajah ‘Uzair dia pun berkata, “Benar, tuanlah ‘Uzair. Aku masih ingat”.
Berita tentang kembalinya ‘Uzair setelah seratus tahun menghilang itu bukan saja mengejutkan orang-orang Bani Israil, tetapi ada juga yang meragukan dan tidak percaya kepadanya. Walau bagaimanapun berita itu menarik perhatian semua orang yang hidup ketika itu. Karena itu mereka ingin menguji kebenaran ‘Uzair. Kemudian datanglah anak kandungnya sendiri seraya bertanya, “Aku masih ingat bahwa bapakku mempunyai tanda di punggungnya. Cobalah periksa tanda itu. Kalau ada, benarlah dia ‘Uzair.”
Tanda itu memang ada pada ‘Uzair, lalu percayalah sebagian dari mereka. Akan tetapi sebagian lagi masih ingin bukti yang lebih nyata, maka mereka berkata kepada ‘Uzair, “Bahwa sejak penyerbuan Nebukadnezar pada bangsa Bani Israil dan setelah tentara tersebut membakar kitab suci Taurat, maka tidak ada seorang Bani Israil pun yang hafal isi Taurat kecuali ‘Uzair saja. Kalau memang benar tuan adalah ‘Uzair, coba tuan sebutkan isi Taurat yang benar.”
‘Uzair pun membaca isi Taurat itu satu persatu dengan fasih dan lancar serta tidak salah walaupun sedikit. Mendengarkan itu barulah mereka percaya bahwa sungguh benar itulah ‘Uzair. Ketika itu, semua bangsa Bani Israil pun percaya bahwa dialah ‘Uzair yang telah mati dan dihidupkan kembali oleh Allah. Banyak di antara mereka yang bersalaman dan mencium tangan ‘Uzair serta meminta nasehat-nasehatnya. Tetapi sebagian kaum Yahudi yang bodoh menganggap ‘Uzair sebagai anak Allah. Maha Suci Allah tidak mempunyai anak saperti ‘Uzair maupun Isa karena semua makhluk adalah kepunyaan-Nya belaka. [sumber : QS. Al Baqoroh : 259]











Baginda Raja baru saja membaca kitab tentang kehebatan Raja Sulaiman yang mampu memerintahkan, para jin memindahkan singgasana Ratu Bilqis di dekat istananya. Baginda tiba-tiba merasa tertarik. Hatinya mulai tergelitik untuk melakukan hal yang sama. Mendadak beliau ingin istananya dipindahkan ke atas gunung agar bisa lebih leluasa menikmati pemandangan di sekitar. Dan bukankah hal itu tidak mustahil bisa dilakukan karena ada Abu Nawas yang amat cerdik di negerinya.

Tanpa membuang waktu Abu Nawas segera dipanggil untuk menghadap Baginda Raja Harun Al Rasyid. Setelah Abu Nawas dihadapkan, Baginda bersabda, "Abu Nawas engkau harus memindahkan istanaku ke atas gunung agar aku lebih leluasa melihat negeriku?" tanya Baginda sambil melirik reaksi Abu Nawas.

Abu Nawas tidak langsung menjawab. Ia berpikir sejenak hingga keningnya berkerut. Tidak mungkin menolak perintah Baginda kecuali kalau memang ingin dihukum. Akhirnya Abu Nawas terpaksa menyanggupi proyek raksasa itu. Ada satu lagi, permintaan dari Baginda, pekerjaan itu harus selesai hanya dalam waktu sebulan. Abu Nawas pulang dengan hati masgul.


Setiap malam ia hanya berteman dengan rembulan dan bintang-bintang. Hari-hari dilewati dengan kegundahan. Tak ada hari yang lebih berat dalam hidup Abu Nawas kecuali hari-hari ini. Tetapi pada hari kesembilan ia tidak lagi merasa gundah gulana. Keesokan harinya Abu Nawas menuju istana. Ia menghadap Baginda untuk membahas pemindahan istana. Dengan senang hati Baginda akan mendengarkan, apa yang diinginkan Abu Nawas.

"Ampun Tuanku, hamba datang ke sini hanya untuk mengajukan usul untuk memperlancar pekerjaan hamba nanti." kata Abu Nawas.
"Apa usul itu?"
"Hamba akan memindahkan istana Paduka yang mulia tepat pada Hari Raya Idul Qurban yang kebetulan hanya kurang dua puluh hari lagi."
"Kalau hanya usulmu, baiklah." kata Baginda.
"Satu lagi Baginda..." Abu Nawas menambahkan.
"Apa lagi?" tanya Baginda.
"Hamba mohon Baginda menyembelih sepuluh ekor sapi yang gemuk untuk dibagikan langsung kepada para fakir miskin." kata Abu Nawas. "Usulmu kuterima." kata Baginda menyetujui. Abu Nawas pulang dengan perasaan riang gembira. Kini tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan. Toh nanti bila waktunya sudah tiba, ia pasti akan dengan mudah memindahkan istana Baginda Raja. Jangankan hanya memindahkan ke puncak gunung, ke dasar samudera pun Abu Nawas sanggup. 

Desas-desus mulai tersebar ke seluruh pelosok negeri. Hampir semua orang harap-harap cemas. Tetapi sebagian besar rakyat merasa yakin atas kemampuan Abu Nawas. Karena selama ini Abu Nawas belum pemah gagal melaksanakan tugas-tugas aneh yang dibebankan di atas pundaknya. Namun ada beberapa orang yang meragukan keberhasilan Abu Nawas kali ini. Saat-saat yang dinanti-nantikan tiba. Rakyat berbondong-bondong menuju lapangan untuk melakukan sholat Hari Raya Idul Qurban.

Dan seusai sholat, sepuluh sapi sumbangan Baginda Raja disembelih lalu dimasak kemudian segera dibagikan kepada fakir miskin. Kini giliran Abu Nawas yang harus melaksanakan tugas berat itu. Abu Nawas berjalan menuju istana diikuti oleh rakyat. Sesampai di depan istana Abu Nawas bertanya kepada Baginda Raja, "Ampun Tuanku yang mulia, apakah istana sudah tidak ada orangnya lagi?"

"Tidak ada." jawab Baginda Raja singkat. Kemudian Abu Nawas berjalan beberapa langkah mendekati istana. Ia berdiri sambil memandangi istana. Abu Nawas berdiri mematung seolah-olah ada yang ditunggu. Benar. Baginda Raja akhirnya tidak sabar.

"Abu Nawas, mengapa engkau belum juga mengangkat istanaku?" tanya Baginda Raja.

"Hamba sudah siap sejak tadi Baginda." kata Abu Nawas. "Apa maksudmu engkau sudah siap sejak tadi? Kalau engkau sudah siap. Lalu apa yang engkau tunggu?" tanya Baginda masih diliputi perasaan heran.

"Hamba menunggu istana Paduka yang mulia diangkat oleh seluruh rakyat yang hadir untuk diletakkan di atas pundak hamba. Setelah itu hamba tentu akan memindahkan istana Paduka yang mulia ke atas gunung sesuai dengan titah Paduka." Baginda Raja Harun Al Rasyid terpana. Beliau tidak menyangka Abu Nawas masih bisa keluar dari lubang jarum.

Selasa, 17 Juni 2014




Wisata ..................

Arti Kehidupan

Arti Kehidupan

Kehidupan bukanlah sekedar rutinitas.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita mencurahkan potensi diri kita untuk orang lain.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita berbagi suka dan duka dengan orang yang kita sayangi.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita bisa mengenal orang lain.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita melayani setiap umat manusia.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita mencintai pasangan kita, orang tua kita, saudara, serta mengasihi sesama kita.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita belajar dan terus belajar tentang arti kehidupan

Jumat, 16 Mei 2014

18 Pendidikan Karakter

Pengertian Pendidikan Karakter Menurut Ahli

Penguatan pendidikan moral (moral education) atau pendidikan karakter (character education)  dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda di negara kita. Krisis tersebut antara lain berupa meningkatnya pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan menyontek, penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, dan perusakan milik orang lain sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas, oleh karena itu betapa pentingnya pendidikan karakter.
Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knonwing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakanbahwa karakter yang baikdidukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan. Bagan dibawah ini merupakan bagan kterkaitan ketiga kerangka pikir ini.
 Pengertian Pendidikan Karakter Menurut Ahli

Read more: PENDIDIKAN KARAKTER : Pengertian Pendidikan Karakter

Jumat, 07 Desember 2012


I.       PENDAHULUAN

Bangsa Arab pra-islam dikenal sebagai bangsa yang sudah memiliki kemajuan ekonomi. Letak geografisnya yang strategis membuat islam yang diturunkan di Arab (Mekah) mudah tersebar keberbagai wilayah. Sehingga bangsa arab banyak menguasai daerah - daerah di Eropa terutama setelah masa Khulafaur Rosidin yakni pada masa Daulah Umayah.
Pada umumnya Pasca Khulafaur Rosidin , pemerintahan Islam sering kali dipandang tidak sesuai lagi dengan syariat Islam. Peristiwa pemberontakan ( Bughot ) wali Syam Muawiyah Kepada Khlifah Ali bin Abi Tholib yang diperangi dalam perang Shiffin, kemudian berlanjut dengna kekisruhan negara pada masa kekholifahan Ali yang diakhiri dengan terbunuhnya sang Kholifah oleh Kaum Khowarij.
Mulai dari masa Abu Bakar sampai kepada Ali bin Abi Tholib dinamakan periode Khilafah Rosyidah, . para Kholifahnya disebut Khulafaur Rosidin ( Kholifah yang mendapat petunjuk ). Ciri masa ini mereka betul – betul menurut pada teladan Nabi, mereka dipilih secara Musyawarah atau secara Demokratis. Sedangkan pada Masa Daulah Umayah pemerintahan islam berbentuk Kerajaan. Kekuasaan diturunkan secara turun temurun.
Pada makalah ini, kami akan membicarakan tentang peradaban Islam pada masa Dawlah Amawiyah , sejarah berdirinya  dan pola administrasi politik pemerintahan yang diterapkan serta perluasan wilayah yang dicapai pada masa Dawlah Amawiyah.


II.    PEMBAHASAN

A.          Sejarah Berdirinya Dawlah Amawiyah ( Bani Umayah )
Sepeninggal Ali bin Abi Tholib , Gubernur Syam tampil sebagai penguasa islam yang kuat . Masa kekuasaanya merupakan awal kedaulatan Bani Umayah. Muawiyah bin Abi Sufyan adalah pembangun dinasti Umayah dan sekaligus menjadi kholifah pertama. Ia memindahkan ibu kota kekuasaan Islam dari Kufah ke Damaskus.
Sebelum mengadakan pembrontakan , Muawiyah terlebih dahulu menyusun kekuatan yang besar dengan jalan : Pertama, mempersatukan keluarga Bani umayah. Kedua, Menghasut daerah-daerah selikar Syam untuk ikut bergabung dengannya. Setelah itu dengan kekuatan yang besar  Muawiyah berangkat ke madinah , maka terjadilah perang Shiffin.[1]
Muawiyah tumbuh sebagai pemimin karier. Pengalaman politik telah memperkaya dirinya dengan kebijaksanaan dalam memerintah, mulai dari menjadi seorang pemimpin pasukan dibawah komando panglima besar Abu Ubaidah  ibn Jarah yang berhasil merebut wilayah palestina, suriah dan mesir dari tangan imperium Romawi yang telah menguasai ketiga daerah itu sejak tahun 63 SM, lalu ia pernah menjabat kepala wilayah di Syam yang membawahi suriah dan Palestina yang berkedudukan di Damaskus selama kira - kira 20 tahun semenjak diangkat Kholifah Umar bin Khotob.
Keberhasilan Muawiyah mendirikan Dinasti Umayah bukan hanya akibat dari Kemenangan diplomasi di siffin dan terbunuhnya Ali saja melainkan beberaa hal yang mendukung antara lain ;
  1. Adanya dukungan yang kuat dari rakyat Suriah dan Keluarga Bani Umayah .
  2. Muawiyah sangat bijaksana dalam menempatkan para pembantunya pada jabatan – jabatan penting.
  3.  Muawiyah memiliki kemampuan menonjol sebagai negarawan sejati, bahkan mencapai tingkat Hilm , sifat tertinggi yang dimiliki oleh para pembesar Mekah.[2]
Gambaran dari sifat mulia tersebut dalam diri Muawiyah setidaknya tampak dalam keputusanyan yang berani memaklumkan jabatan kholifah secra turun temurun. Dengan tujuan menegakkan wibawa pemerintahan serta menjamin integritas kekuasaan di masa yang akan datang, maka Muawiyah dengan tegas menyelenggarakan suksesi yang damai dengan pembaitan putranya , Yazid .
B.           Para Kholifah Bani Umaiyah
Dinasti Umaiyah berkuasa hampir kurang satu abad, tepatnya 90 tahun , dengan 14 orang kholifah. Dimulai oleh Muawiyah bin Abi Sufyan dan ditutup oleh Marwan bin Muhammad. Adapun urut-urutan Kholifah Bani Umaiyah adalah sebagai berikut ;
Muawiyah I bin Abi sufyan
Yazid I bin Muawiyah
 Muawiyah II bin yazid
Marwan I bin Hakam
Abdul Malik bin Marwan
Al walid I bin Abdul Malik
Sulaiman bin Abdul Malik
Umar bin Abdul Aziz
Yazid II bin Abdul malik
Hisyam bin Abdul Malik
Al walid II bin yazid II
Ibrohim bin Al Walid II
Marwan II bin Muhammad
Dari keempat belas kholifah tersebut yang terbesar adalah Muawiyah bin Abi Sufyan ( 661- 680 M ), Abdul Malik bin Marwan ( 685 – 705 ) , Al Walid bin Abdul Malik ( 705-715 ) dan Umar bin Abdul Aziz ( 717 – 720 M )
Muawiyah adalah bapak pendiri Dinasti Umaiyah. Dialah pembangun yang besar. Namanya disejajarkan dalam deretan Khulafaurrosidin. Bahkan Kesalahannya yang menghianati prinsip pemilihan kepala Negara oleh rakyat, dapat dilupakan orang karena jasa- jasanya yang mengagumkan.
Muawiyah mendapatkan kursi kekholifahan setelah Hasan bin ali bin Abi Tholib berdamai dengannya ada tahun 41 H. Umat Islam sebagaianya membaiat Hasan setelah ayahnya wafat . namun Hasan menyadari kelemahanya sehingga ia berdamai dan menyerahkan kepemimpinan umat keada Muawiyah bin Abi Sufyan sehingga tahun itu dinamakan Amul Jamaah ( tahun persatuan.) Muawiyah menerima kekholifahan di Kufah dengan syarat-syarat yang diajukan oleh Hasan bin Ali, yakni
  1. Agar Muawiyah tidak menaruh dendam terhadap seorang pun penduduk Irak.
  2. Menjamin keamanan dan memafkan kesalahan – kesalahan mereka.
  3. Agar pajak tanah negeri Ahwaj diperuntukan kepadanya dan diberikan tiap tahun.
  4. Agar Muawiyah membayar kepada saudaranya 2 juta dirham.
  5. Pemberian kepada Bani Hasyim harus lebih banyak dari pemberian kepada Bani Abdis Syam.[3]

C.           Pola Adminstrasi politik pemerintahan dan Ekspansi Wilayah
Memasuki masa kekuasaan Muawiyah yang menjadi awal kekuasaan Bani Umayah , pemerintahan yang bersifat Demokratis berubah menjadi Monarchiheridetis kerajaan turun temurun. Kekuasaan Muawiyah diperoleh dari kekerasan , dilomasi dan tipu daya , tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak. Suksesi kepempinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia kepada anaknya Yazid. Muawiyah mencoba mencontoh Monarkhi di Persia dan Bizantium. Dia tetap menggunakan istilah kholifah , namun demikian dia memberikan interpretasi barun dari kata-kata itu untuk menggagungkan jabatan tersebut. Dia menyebut Kholifah Allah, dalam pengertian penguasa yang diangkat oleh Allah.
Ekpansi yang terhenti pada masa Usman dan Ali dilanjutkan kembali oleh dinasti ini. Dizaman Muawiyah Tunisia berhasil ditaklukan sampai ke Khurosan. Ekpansi ke Timur dilakukan Oleh Abdul malik. Ia mengirim pasukanya menyeberangi sungai Oxus dan berhasil menundukan Samarkand, Bukhora bahkan sampai ke India dan dapat menguasai daerah Punjab sampai ke Maltan.
Ekpansi Ke barat secara besar-besaran dilanjutkan pada zaman Al Walid bin Abdul Malik. Pada masa pemerintahanya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun ini tercatat suatu ekpedisi militer dari Afrika Utara sampai Benua Eropa pada tahun 711 M. Setelah Al Jazair dan Maroko ditaklukan Thoriq bin Ziyad menyeberangi selat dan mendarat disuatu tempat yang kenal dengan Gibraltar ( Jabal Thoriq ), tentara Spanyol dapat dikalahkan dan ibu kotanya Kordova dengan cepat dapat dikuasai.
Di zaman Umar bin Abdul Aziz , serangan dilakukan ke Prancis melalui pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh oleh Abdurohman bin Abdullah Al Ghofiqi. Dengan keberhasilan ekpansi kebeberapa daerah, baik di Timur maupun di Barat, wilayah kekuasaan Islam pada masa Bani Umayah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syiria, Palestina, Al Jazair Irak, Afganistan Pakistan Uzbek dan Kirgis di Asia Kecil.
Disamping Ekpansi kekuasaan Islam , Bani Umayah juga banyak berjasa dalam pembangunan diberbagai bidang. Muawiyah mendirikan dinas Pos dan tempat – tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap serta perlengkapanya disepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dsan mencetak mata uang. Pada masanya jabatan khusus seorang hakim ( Qodhi ) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri. Pada Masa Kholifah Abdul malik mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai didaerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu Ia mencetak Uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Kholifah Abdul Malik juga berhasil melakukan pembenahan – pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.[4]
Meskipun keberhasilan banyak dicapai dinasti ini, namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat dikatakan stabil. Muawiyah tidak menaati isi perjanian dengah Hasan bin Ali ketika dia naik tahta. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid sebagai putra mahkota telah menyalahi isi perjanjian yang disebutkan bahwa persolan penggantian pemimpin diserahkan kepada pemilihan umat islam. Dengan demikian sehingga muncul gerakan-gerakan oposisi dikalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara .
D.          Runtuhnya Dinasti Bani Umaiyah
Ketika yazid naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid kemudian mengirim surat kepada Gubernur madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya., dengan cara ini semua orang terpaksa tunduk kecuali Husein  bin Ali dan Abdullah bin Zubair. Perlawanan terhadap Bani Umayah dimulai oeh Husein . pada tahun 680 M ia pindah dari Mekah ke Kufah atas permintaan golongan syiah yang ada di Irak. Umat islam disitu tidak mengakui Yazid. Mereka mengangkat Husein menjadi Kholifah. Dalam pertempuran yang tidak seimbang di Karbela tentara Husein kalah dan Husein sendiri mati terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus sedangkan tubuhnya dikubur di Karbela.
Hubungan pemerintahan dengan golongan oposisi membaik pada masa Kholifah Umar bin Abdul Aziz ( 717- 720 M ). Ketika dinobatkan menjadi Kholifah, dia menyatakan bahwa akan memperbaiki dan meningkatkan negeri yang berada dalam kekuasaan islam dari pada menambah perluasanya. Dia juga memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaanya. Pajak diperingan. Sepeniggal Umar bin Abdul Aziz kholifah berada dibawah Yazid  bin Abdul Malik, penguasa yang satu ini terlalu gandrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kepentingan masyarakat, sehingga kerusuhan semakin terjadi dan merajalela hingga kholifah berikutnya yakni Hisyam bin Abdul Malik. Sebenarnya Hisyam bin Abdul malik adalah seorang kholifah yang kuat dan terampil. Akan tetapi , karena gerakan oposisi terlalu kuat kholifah tidak berdaya mematahkanya.
Sepeniggal Hisyam, kholifah-kholifah Bani Umayah yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin memperkuat gerakan oposisi. Akhirnya pada tahun 750 M, Daulah Umayah dapat digulingkan Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu Muslim Al Khurasani. Kholifah terakhir Bani Umayah Marwan bin Muhammad melarikan diri ke Mesir  dan ditangkap serta dibunuh.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayah lemah dan membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain :
  1. Sistem pergantian Kholifah melalui garis keturunan dalah sesuatu yang baru bagi tradisia Arab yang lebih menekankan segi Senioritas.
  2. Latar Belakang terbentuknya kedaulatan bani Umayah tidak dapat dilepaskan dari konflik-konflik politik
  3. Adanya pertentangan keras antara suku-suku Arab Utara ( Bani Qoys ) dan Suku Arab selatan ( Bani kalb ) pada masa Bani Umayah mencapai Puncaknya.
  4. Lemahnya Pemerintahan Daulah Bani Umayah yang disebabkan oleh sikap hidup mewah dilingkungan Istana.
  5. Munculnya Kekuatan baru yang dipelopori oleh Keturunan Bani Abbas yang secara langsung menyebabkan hancurnya Bani Umayah.[5]


III. KESIMPULAN

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa setelah Khulafaur Rosidin, kekholifahan jatuh ketangan Bani Umayah dengan Kholifah Pertamanya bernama Muawiyah bin Abi Sufyan yang dulunya sebagai Gubernur di Syam . Muawiyah memindahkan ibukota Negara yang berada di Kufah ke Damascus, serta mengubah sitem pemerintahan yang dari Demokratis Menjadi Monarchiheredites.
Dinasti Bani Umayah berkuasa kurang lebih selama 90 tahun dimulai dari tahun 661 M – 750 M / 41 H – 132 H ) dengan empat belas Kholifah yang memimpinya secara bergiliran. Dari Kholifah Pertama sampai terakhir yang terkenal adalah Kholifah Muawiyah, bin Abi sufyan, Abdul malik Bin marwan serta Umar bin Abdul Aziz. Selama Dinasti Umayah ini perluasan wilayah Islam sampai ke Negara Spanyol, Maroko dan Aljazair bahkan sampai ke Punjab India.
 Bani umayah juga banyak berjasa dibidang pembangunan seperti mendirikan dinas Pos dan membuat bentuk mata uang sendiri serta meresmikan bahasa arab sebagai bahasa resmi Negara. Pada Masa Alwalid berhasil  membangun jalan raya , pabrik-pabrik serta masjid-masjid yang Megah.
Bani Umayah mengalami kemunduran setelah terjadi banyak pembrontakan dan kerusuhan yang terjadi sehingga menyebabkan Stabilitas Keamanan menurun lebih-lebih ketika pembrontakan yang muncul dari keturunan bani Abbas yang didukung  oleh Abu Muslim Al Khuroasani serta mendapat dukungan dari Kaum Syiah dan Bani Hasyim hingga Bani Umayah Jatuh dan digantikan oleh  Bani Abassiah.



DAFTAR PUSTAKA


Abdul Mutholib, Sejarah Kebudayaan Islam, ( Jakarta , Dirjenbinbaga Islam, 1996 )
Ahmad Amin, Islam dari Masa ke Masa, ( Bandung, CV. Rusyda, 1987 )
Atang Abdul Hakim, Metode Studi Islam,( Bandung ,Rosdakarya, 1999 0
Ali Mufrodi, Is;lam di Kawasan Kebudayaan Arab, (  Ciputat, Logos Wacana Ilmu, 1997 )
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta: Grafindo Persada , 2006  )
















[1] Abdul Mutholib, Sejarah Kebudayaan Islam, ( Jakarta : Dirjenbinbaga Islam, 1996 ) , h.307
[2] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, ( Ciputat: Logos wacana Ilmu, 1997 ), h. 70-71
[3] Ibid, h. 73
[4] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta : Grafindo Persada, 2006 ) , h. 44
[5] Ibid, h. 48-49